Senin, 31 Desember 2012

Mahkota Untuk Ummi


Membahagiakan orang tua pastilah keinginan setiap anak. Itulah keinginan Satrio saat ini yaitu ingin memberikan mahkota yang paling indah untuk  sang ibu disurga nanti. Keinginnanya itu bermula ketika Satrio datang dalam acara seminar dan di tengah-tengah seminar, sang moderator menyebutkan bahwa jika kita menjadi penghafal al qur’an maka kita akan memberikan mahkota yang paling indah untuk ibu kita. Sepulang dari seminar itu, Satrio langsung memeluk bundanya dan mengutarakan niatnya untuk menjadi penghafal al qur’an dan ingin ke pesantren.Walau saat ini Satrio masih duduk di bangku kelas 6 SD, tapi keinginan dan niatnya amatlah besar.
            “bunda, aku boleh ngak masuk ke pesantren?”
            “ loh ko anak bunda tiba-tiba bertanya seperti itu?”
            “ gini loh bunda, kemaren waktu Satrio ikut seminar, yang bawain seminarnya itu bilang kalau kita jadi penghafal al qur’an maka kita bisa kasih mahkota untuk bunda kita.”
            “ memangnya harus di pesantren? Dirumahkan bisa, apalagi jika kamu menerapkan sistem pesantren di rumah pasti sama ko kaya yang di pesantren.”
            “ tapi beda bunda. Masa kak Ikhsan boleh kepesantren tapi Satrio ngak boleh?”
            “ boleh ko, tapi nanti jika kak Ikhsan sudah datang kesini dan kamu juga harus minta pendapat abi. Kalau nanti abi ngak ngijinin sepertinya bunda juga tak mengijinkan.”
            “aaaaaaa bunda mah gitu.”
            “ minta izin dulu sama abi, keputusannya nanti deh.”
            “makasih bunda, (sambil mencium kening bundanya)”
Senyum riang terpancar dari wajah Satrio dan tak henti-hentinya Satrio menceritakan kepada teman-temannya bahwa Satrio akan ke pesantren. Respon teman-teman Satrio berfariasi ada yang ikut senang dan merasa iri karena tak bisa ke pesantren ada juga yang mencoba menakut-nakuti Satrio dengan mengatakan bahwa di pesantren itu ngak enak, ngak bisa main dengan leluasa, jarang ketemu orang tua, peraturannya ketat, disana cuma tadarusan dan dengerin ceramah aja dan banyak celoteh lainnya. Namun Satrio mengacuhkannya.
            “masa bodo, Satrio ke pesantrenkan emang mau jadi tahfidz (penghafal al qur’an) biar bisa ngasih mahkota paling indah buat ibu Satrio,” ketus Satrio kesal.
            “ngapain juga ke pesantren? Enakan juga di sekolah biasa. Nanti kan waktu kita SMP atau SMA ada ekskul yang namanya rohis dan kita bisa memperdalam agama disitu,” balas Tito.
            “beda tau to, kata mamas aku, dipesantren itu lebih intensif apalagi didukung sama suasananya yang islami banget,” jawab Satrio.
            “terserah kamu aja deh, yang penting kalau udah jadi tahfidz beneran, ajarin Tito juga yah buat ngafalin al qu’an? Pinta Tito.
“sip deh, nanti aku jadi murabbi kamu, hehehe...” jawab Satrio dengan senyum kecil.
“murabbi itu apa?” tanya Tito dengan kebingungan.
“entahlah, kak Ikhsan sering bilang gitu sama Satrio, waktu Satrio jenguk kak Ikhsan di pesantrennya. ‘Kalau Satrio mau belajar agama biar kak Ikhsan yang jadi murabbi kamu’ gitu kata kak Ikhsan ke Satrio,” jawab satrio dengan polosnya.
Menjadi seorang Tahfidz, itulah cita-cita Satrio sekarang. Maka ketika mengisi biodata tentang cita-cita, Satrio selalu mencantumkan ‘Tahfidz Al Qur’an’. Hingga suatu ketika walikelas Satrio merasa bingung, kenapa cita-cita Satrio sukar di dengar oleh orang-orang? Biasanya anak –anak selalu menulis cita-citanya adalah dokter, guru, perawat, pilot dan lain sebagainya tapi kenapa Satrio lain? Walikelas pun memanggil Satrio berkenaan tentang cita-citanya itu karena walikelas cukup bingung dan penasaran juga mengapa Satrio ingin menjadi seorang Tahfidz Al Qur’an.
“Satrio, kesini nak, ada yang ingin ibu tanyakan kepadamu,” panggil walikelas.
“ada apa bu? Satrio ngelakuin kesalahan apa bu?” tanya Satrio dengan cemas.
“ibu mau tanya, kenapa kamu punya cita-cita ingin menjadi seorang Tahfidz al Qur’an? Kenapa ngak cita-cita yang lain?” tanya walikelas dengan penuh rasa tanya.
“menjadi seorang Tahfidz itu sebuah kebanggan bu, selain encer di Al Qur’an kita juga bisa encer di ilmu pengetahuan. Kita juga bisa ngasih mahkota yang paling indah untuk ibu kita disurga kelak. Mahkota yang manusia itu ngak punya dan mahkota itu lebih indah daripada mahkota yang dimiliki oleh ratu Inggris sekalipun. Satrio juga ingin bentengi diri Satrio agar tidak salah dalam pergaulan dan ingin menjadi umatnya rasulullah yang dekat dengan beliau karena mengahafal Al Qur’an. Oya bu Satrio keperpustaan dulu yah. Apa ada yang mau ibu tanyain lagi sama Satrio?”
“tidak nak, sudah cukup,” jawab wali kelas dengan penuh senyum.
                                                ***
           
            “umi... gimana besok jadi nengokin kak Ikhsan ngak?” tanya Satrio.
            “insyaallah jadi tapi abi mu tidak bisa ikut,” jawab  umi.
            “yah... kok gitu sih mi? Ngak seru dong?” ucap Satrio dengan nada kecewa.
            “sampe segitunya ade, abi ngak bisa ikut karena besok abi ada pertemuan sama paman kamu di Bogor, jadi besok kamu sama umi aja yah yang nengok mamas kamu,” uacap abi.
            “ahhh... abi mah gitu,” ucap Satrio dengan nada kecewa.
            “loh jangan kecewa gitu dong, kan kalau abi ngak ikut berarti kamu yang jagain ummi gantiin posisi abi. Bukannya itu yang selalu kamu bilang sama abi?” ucap abi sambil memegang pundak Satrio.
            “iya deh..” jawab Satrio dengan lesu.
            “jangan lesu gitu dong anak abi, tak sedap dipandang tahu,” celoteh abi, berusaha menghibur  Satrio.
            “(Satrio hanya tersenyum kecil dibarengi dengan senyum dari abi dan umi)”
            Sinar mentari pagi ini membawa kebahagian untuk hati Satrio karena mentari pagi ini tak terlihat ingin mengeluarkan airmatanya. Senyum semringah terpancar dari wajah Satrio. Perjalan untuk ke pesantren kak Ikhsan lumayan juga karena pesantren itu terletak di daerah Bandung tapi masuk ke desa, sehingga suasananya sangat asri dan hati ataupun pikiran akan merasakan kenyamanan. Butuh waktu dua setengah jam untuk sampai di desa itu tapi kita harus menempuh jalan tanah kira-kira tigapuluh menit untuk benar-benar sampai di pesantren itu. Setibanya di sana, Satrio langsung memeluk kakaknya.
            “assalamualaikum kakak Ikhsan? Adik dan ibumu datang nih? Tapi ayah tak ikut,” sapa Satrio dengan penuh kegembiraan.
            “waalaikumsalam adikku sayang, umi...” Ikhsan pun memberi salam kepada umi dan membawakan tas yang dibawa oleh umi.
            “ko abi ngak ikut mi?” tanya Ikhsan.
            “abi mu ada acara sama paman kamu, jadi abimu tak bisa ikut,”
            “iya mas, tadi itu aku loh yang jagain ummi, beneran deh,” celetuk Satrio.
            “wah... adik mamas hebat yah, oya kamu jadi masuk pesantren? Mau mondok diman? Disini aja biar nanti mamas bisa ngawasin dan jagain kamu,” ucap kak Ikhsan
            “jadi dong... kan mau jadi seorang tahfidz yang tangguh, males ah kejauhan, pegal nih kaki Satrio mas, hehehe... mukanya biasa dong mas, jangan nakut-nakutin gitu, Cuma bercanda ko lagian Satrio juga betah disini malahan kalau sekarang disuruh nginep siap deh lahir batin,” jawab Satrio
            “oya mi, si ade ke pesantrennya kapan?” tanya kak Ikhsan
            “kalau umi sih maunya pas dia SMP, abisnya ummi liat tekadnya udah bulat banget, lebih muda diasahnya itu kan lebih baik kaya mengukir diatas batu tapi keputusan masih tergantung kepada abimu. Abimu tuh, yang masih berat banget ngelepas Satrio buat mondok,” jawab ummi.
            “oh gitu yah, kalau aku sih berharapnya segera jadi ada temennya, hehehe...” ucap kak Ikhsan
            “mamas... itu yang dibawah pohon siapa? Lagi ngapain?” tanya Satrio.
            “itu kak Faisal, dia lagi ngafalin Al Qur’an. Calon penghafal Al Qur’an tuh udah 29 juzn yang dia hafal sekarang dia sedang menghafal juz yang ke 30,” jawab Satrio.
            “hafalannya mamas udah nyampe mana?” tanya Satrio
“ alhamdulillah sudah juz yang ke 10,” jawab kak Ikhsan
“wah... mamas hebat yah, Umi... aku mau seperti mamas dan kak Faisal, umi bilangin ke abi dong kalau Satrio pengen buru-buru dipondokin pengen cepet-cepet jadi seorang Tahfidz. Satrio juga malu sama anak-anak palestina yang udah jadi Tahfidz dibawah umur 10 tahun, sedangkan Satrio yang umurnya 10 tahun aja satu juz pun belum hafal” pinta Satrio.
Seketika ruangan itu sunyi, ummi dan kak Ikhsan meneteskan airmata atas ucapan Satrio tadi. Tak disangka anak sekecil itu punya impian yang begitu hebat, impian yang mungkin diremehkan atau dikebelakangkan oleh oang-orang masa kini.
“Satrio tau dari mana kalau diusia semuda itu anak- anak Palestina sudah menjadi seorang Tahfidz?” tanya ummi
“tu... dimejanya mamas, satrio iri tau mi, pokonya nanti waktu pulang Satrio mau bilang itu sama abi supaya abi cepet-cepet masukin Satrio ke pesantren,” jawab Satrio
“sini Satrio, mamas mau peluk kamu,” kak Ikhsan memeluk Satrio sampil meneteskan air mata
“yah, mas waktunya Satrio sama bunda pulang, kita pulang dulu yah mas, oya jangan lupa salam aku buat kak Faisal, jangan sampe lupa loh, dadah mamas,” pamit Satrio
“iya adikku sayang, salammu pasti akan mamas sampaikan, kamu juga harus jagain ummi yah, jangan buat ummi nangis lagi ok?” ucap kak Ikhsan
“sip mas, lagian tadi juga aku ngak tau kenapa ummi bisa nangis gitu, ok mas aku ngak akan buat ummi nangis lagi, tak akan ku biarkan airmata ummi mengalir akan aku buat ummi selalu tersenyum, tunngu aku ya mas, sebentar lagi aku akan menyusul mamas untuk menimba ilmu bersama disini. Assalamualaikum mamas,” ucap Satrio
“waalaikumsalam adikku sayang dan ummiku tercinta,” balas kak Ikhsan
                                    ***
“abiii... izin satrio mondok dong? Pas Satrio udah lulus sekolah, Satrio malu bi masa anak-anak Palestina udah pada jadi Tahfidz dibawah umur 10 tahun sedangkan Satrio satu juz aja belum bi, ya bi... izini Satrio modok, kata ummi lebih cepat lebih baik dan bukankah dulu abi pernah bilang jika ingin membagun bangunan yang kokoh itu harus punya pondasi dan jika ingin mencari ilmu carilah dari kita masih muda dan jangan pernah menyia-nyiakan hari muda untuk bersenang-senang, abi kan pernah bilang begitu masa Satrio harus nunggu tua dulu baru ngafalin Al Qur’an?” ucap Satrio
“bukannya abi melarang, tapi sesuatu itu kan harus direncanakan dengan matang dan jangan terburu-buru,” jawab abi
“bi? Tolong izinin dong, Satrio bakal buktiin deh kalau Satrio sungguh-sungguh ingin mondok kaya mamas Ikhsan” pinta Satrio
“buktiin dulu dong, buat abi percaya!” tantang abi.
“ok, ummiii.... umi jadi saksinya yah?” ucap Satrio
Untuk membuktikan kepada abi, kini Satrio lebih betah di rumah, Satrio berusaha belajar untuk menghadapi UASBN yang akan datang 100 hari lagi. Usaha itu membuat abi tersenyum senang karena kali ini Satrio benar-benar punya tekad. Satrio kini menjadi lebih mandiri, pakaian yang biasanya dicuci dan disetrika oleh ummi kini Satrio cuci dan setrika sendiri, kamar Satrio pun bersih, tidak seperti biasa yang diacuhkan kebersihannya oleh Satrio, Satrio pun kini rajin bangun tengah malam untuk sholat tahajud. Sungguh sebuah tekad yang dimiliki anak berusia 12 tahun. Akhirnya ketika pengumuman nilai nem, Satrio mendpatkan nilai nem yang cukum bagus dengan rata-rata sembilan koma.
“abiii... Satrio dapat peringkat satu di kelas, nilai nem Satrio paling banyak bi, jadi... abi ngizinin Satrio buat mondok bareng kak Ikhsan kan? Abi udah janji lho, masa ayah yang baik ingkar janji, kan ngak baik, dosa lho!” ucap Satrio
“iya abi izinin, kalu mau ke pondok pesantren sekarang hayo abi anterin sekarang juga,” jawab abi.
“lusa aja bi kan sekarang mamas katanya mau kesini, jadi nanti Satrio berangkatnya bareng sama mamas,” ucap Satrio.
Senang bukan main hati Satrio sekarang, tak henti-hentinya Satrio memeluk ummi, dengan senyum yang merekah itu ummi pun turut senang, walaupun ummi harus rela ditinggal jauh oleh kedua putranya tapi rasa sedih itu ummi kubur dalam-dalam.
“ummi, doakan Satrio yah agar Satrio bisa jadi Tahfidz dan bisa ngasih ummi mahkota yang paling indah di surga kelak. Ummi jangan sedih karena putra-putra ummi jauh dari ummi, insyaallah setiap liburan Satrio bakal jenguk ummi. Satrio butuh doa dan keikhlasan ummi dan abi,” ucap Satrio ketika ingin pergi dan ummipun langsung memeluk Satrio dengan memberika tasbih kepada Satrio.
Enam  tahun telah berlalu dan enam tahun pula Satio menimba ilmu di pondok pesantren. Kini Satrio beranjak dewasa, penampilannya sudah berbeda sudah mulai punya jenggot tipis, berpenampilan ala-ala santri dan Satrio pun sudah hafal 30 juz. Cita-cita Satrio dulu kini menjadi kenyataan, seorang Tahfidz Al Qur’an yang tangguh dan tentunya tujuan awalnya menjadi seorang Tahfidz adalah ingin memberikan mahkota paling indah untuk ummi. Enam tahun dirasa Satrio waktu yang cukup untuk menimba ilmu di pondok dan kini Satrio ingin kembali kepada ummi dan mengamalkan ilmu yang dia dapat di pondok.
“assalamualaikum ummi.. abi... Satrio pulang,” ucap Satrio
“waalaikumsalam nak,” jawab ummi sambil memeluk Satrio
“ummi... atas doa yang ummi panjatkan setiap malam kini Satrio menjadi Tahfidz Al Qur’an dan Satrio bisa memberi mahkota yang paling indah buat ummi,”
“(ummi hanya tersenyum), pasti Satrio capek yah, yasudah sana mandi dulu, kalau belum sholat ashar sholat dulu, ummi nyiapain makan buat kamu dulu yah,”
“ummi ngak usah nyiapin makanan buat Satrio tadi Satrio udah makan ko, ummi istirahat aja, nanti abis mandi satrio ingin sekali cerita sama ummi,” pinta Satrio
Satrio pun bergegas ke kamarnya dan bersegera untuk membersihkan badannya. Setelah selesai mandi, Satrio mencari ummi ke setiap ruangan ternyata ummi sedang berada di ruang keluarga, langsung saja satrio menghampiri ummi,”
“ummi kok disini? Satrio nyariin ummi loh, oya mi, abi sama kak Ikhsan kemana? Ko ngak keliatan?” tanya Satrio
“biasa abimu masih dikantornya, mamasmu lagi liqo sama binaannya,” jawab ummi
“mamas jadi murabbi sekarang ya mi? Wah satrio juga mau dong mi? Hmm berarti ummi sering sendirian dong di rumah?” ucap Satrio
“iya, kini mamasmu jadi seorang murabbi, coba kamu tanyain aja sama mamasmu ada binaannya yang butuh murabbi lagi atau ngak, ummi ngak sendirian ko kan sekarang ada Satrio yang nemenin ummi. Oya, Tito selalu menanyakanmu apakah kamu sudah pulang atau belum, dia masih nanyain apakah kamu ingat akan janji dan ucapan kamu ke Tito dulu?” tanya ummi.
“oyaaaaa..., ko Satrio lupaan gini yah, Satrio inget ko, dulu Satrio bilang kalau Satrio ingin jadi murabbinya kelak,” jawab Satrio
Jika ada kemauan maka disitu ada jalan. Jika punya impian maka berusahalah untuk mewujudkan impian itu karena jika impian itu hanya angan-angan tanpa usaha untuk menggapainya itu akan sia-sia. Satrio adalah contoh dari segelintir anak negeri yang punya impian,kemauan,tujuan,dan tekad. Dari Satrio kita bisa belajar untuk jangan pernah menyerah dalam menggapai impian. Gapai terus impianmu dan genggamlah dunia ini jangan sampai dunia yang menggenggammu.
BERSAMBUNG

Jumat, 14 September 2012

kekasih standart VS kekasih sejati

1.> Kekasih standard selalu ingat senyum di wajahmu
Kekasih sejati juga mengingat wajahmu waktu sedih

2.> Kekasih standard akan membawamu makan makanan yang enak-enak Kekasih sejati akan mempersiapkan ...
makanan yang kamu suka

3.> Kekasih standard setiap detik selalu menunggu telpon dari kamu
Kekasih sejati setiap detik selalu teringat ingin menelponmu

4.> Kekasih standart selalu mendoakan mu kebahagiaan
Kekasih sejati selalu berusaha memberimu kebahagiaan

5.> Kekasih standard mengharapkan kamu berubah demi dia
Kekasih sejati mengharapkan dia bisa berubah untuk kamu

6.> Kekasih standard paling sebal kamu menelpon waktu dia tidur
Kekasih sejati akan menanyakan kenapa sekarang kamu baru telpon?

7.> Kekasih standard akan mencarimu untuk membahas kesulitanmu
Kekasih sejati akan mencarimu untuk memecahkan kesulitanmu

8.> Kekasih standard selalu bertanya mengapa kamu selalu membuatnya sedih?
Kekasih sejati akan selalu mananyakan diri sendiri mengapa membuat kamu sedih?

9.> Kekasih standard selalu memikirkan penyebab perpisahan
Kekasih sejati memecahkan penyebab perpisahan

10.> Kekasih standard bisa melihat semua yang telah dia korbankan untukmu
Kekasih sejati bisa melihat semua yang telah kamu korbankan untuknya

11.> Kekasih standard berpikir bahwa pertengkaran adalah akhir dari segalanya
Kekasih sejati berpikir, jika tidak pernah bertengkar tidak bisa disebut cinta sejati

12.> Kekasih standard selalu ingin kamu disampingnya menemaninya selamanya
Kekasih sejati selalu berharap selamanya bisa disampingmu menemanimu

ayo mau pilih yang mana ...???

panggilan juwa tuk berjilbab

...PANGGILAN JIWA TUK BERJILBAB ...

Ada seorang teman, suatu hari terpanggil untuk memakai jilbab. Karena hatinya sudah tetap, dia pun pergilah ke toko muslim untuk membeli jilbab. Setelah membeli beberapa pakaian muslim lengkap bersama jilbab dengan berbagai model (maklum teman ini stylish sekali), dia pun pulang ke rumah dengan hati suka cita.

Sesampainya di rumah, dengan bangga dia m...
engenakan jilbabnya. Ketika dia keluar dari kamarnya, bapak dan ibunya langsung menjerit. Mereka murka bukan main dan meminta agar anaknya segera melepaskan jilbabnya.

Anak itu tentu merasa terpukul sekali… bayangkan, Ayah ibunya sendiri menentangnya untuk mengenakan jilbab. Si anak mencoba berpegang teguh pada keputusannya akan tetapi ayah ibunya mengancam akan memutuskan hubungan orang-tua dan anak bila ia berkeras.

Dia tidak akan diakui anak selamanya bila tetap mau menggunakan jilbab. Anak itu menggerung-gerung sejadi-jadinya. Dia merasa menjadi anak yang malang sekali nasibnya.

Tidak berputus asa, dia meminta guru tempatnya bersekolah untuk berbicara dengan orang tuanya. Apa lacur, sang guru pun menolak. Dia mencoba lagi berbicara dengan ustad dekat rumahnya untuk membujuk orangtuanya agar diizinkan memakai jilbab… hasilnya? Nol besar! Sang ustad juga menolak mentah-mentah. Belum pernah rasanya anak ini dirundung duka seperti itu.

Dia merasa betul-betul sendirian di dunia ini. Tak ada seorang pun yang mau mendukung keputusannya untuk memakai jilbab. Akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan truf terakhir.

Dia berkata pada orang tuanya, “Ayah dan ibu yang saya cintai. Saya tetap akan memakai jilbab ini. Kalau tidak diizinkan juga saya akan bunuh diri.”
Sejenak suasana menjadi hening. Ketegangan mencapai puncaknya dalam keluarga itu.

Akhirnya sambil menghela napas panjang, si ayah berkata dengan lirih,

“Bambang! Kalo kamu cewek terserah deh… Lha kamu itu laki-laki koq mau pake jilbab?! Apa kata tetangga nanti?”

. ALANGKAH LUAS TELAGA MAAFMU, DUHAI IBU .

Kisah Nyata: .. ALANGKAH LUAS TELAGA MAAFMU, DUHAI IBU ..

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... April 1984, Menjelang Ujian Akhir SMP... Gempa hebat melanda keluargaku, dan telah memporakporandakan bangunan hatiku. Allahu Robbi, kenapa Bapak tega melakukan semua ini? Tak tega melihat ibu yang diam mematung dengan air mata berlelehan.

Sementara Pak Jono, Pak Dodi, teman sekantor Bapak menjelaskan denga...
n bahasa yang dibuat sehalus mungkin. Aku mengintip takut-takut dari lubang kunci, raut wajah Ibu yang tiba-tiba menegang, lalu air matanya tumpah bak banjir bandang.

Bapak dipecat, karena menyelewengkan dana kantor dan terbukti melakukan tindakan asusila dengan rekan wanitanya di kantor. Bahkan, wanita itu telah diberinya rumah di Kecamatan Pare, tiga puluh kilometer dari rumah kami.

Bapak dipenjara atas tuduhan korupsi dan berselingkuh dengan istri orang. Aku tahu, bukan sekali ini saja Bapak mengkhianati Ibu. Sebagai anak tertua aku sudah bisa membaca hubungan kedua orang tuaku. Namun baru kali ini aku melihat Ibu begitu terpukul. Tentu, dengan dipecatnya Bapak, berarti asap tak akan mengepul lagi di tungku keluarga kami.

Sementara lima orang anak perempuan setiap hari membutuhkan jatah nasi yang tidak sedikit. Melihat Ibu bermuram durja, semangat belajarku hilang seketika.

Mei 1984 ..
Ujian Akhir, 03.00 Pagi ...

Suara lantunan ayat-ayat suci membangunkanku dari lelap. Ibu! Begitu biasanya beliau membangunkan kami untuk shalat lail. Segera kutepuk Tini untuk menyusul Ibu. Mata adikku masih memerah menahan kantuk. Tapi kusemangati dia, “Ayo, katanya ingin berdoa, Tini ingin minta apa?”

Malam begini dingin menyambut kami di kamar mandi. Air terasa seperti butiran es. Kuusap mataku dan mata Tini sambil tersenyum, sekejap kemudian kesegaran mengaliri seluruh tubuh. Lenyap sudah kantuk yang memberati mata.

Ibu menyambut kami dengan senyum, tapi…. Matanya begitu sembab, pasti Ibu habis menangis. “Mana adik-adikmu yang lain, Nduk?” kami saling berpandangan, lalu menggeleng dan tersenyum malu. Habis, sulit sekali membangunkan Lastri dan Tinah, bisa ditendang aku nanti, maklum, mereka masih kecil.

Usai tahajud, aku terus mengambil buku dan belajar. Ibu menemani sambil meneruskan tadarus Qur’an-nya. Ibu…. Bagaimana orang sealim Ibu bisa mendapatkan orang seperti Bapak. Ah, ngelantur aku ini, kalau tidak ada Bapak, berarti aku juga tidak ada.

Akhir Mei 1984 ...

Akhirnya, selesai sudah ujian akhirku. Alhamdulillah leganya. Setidaknya aku mulai bisa memikirkan yang lain untuk membantu mengurangi beban Ibu. Yah, mau bagaimana lagi, Ibu memutuskan menjual sebagian tanah warisannya untuk menebus Bapak dari penjara. “Bagaimana pun dia bapakmu, Wuk, sejahat dan sebejat apa pun kelakuannya, darahnya lah yang mengalir di tubuhmu.”

Aku juga tak tahu musti harus bagaimana. Rasanya kaget tiba-tiba ikut terlibat dalam permasalahan rumit ini. Tapi Ibu butuh teman bicara. Dan aku, anak sulungnyalah yang bisa melakukan itu. Ya, mesti cuman sebatas mendengarkan. Menanti Bapak pulang seperti menunggu datangnya makhluk asing dari planet lain. Ada rindu, ada benci, ada juga rasa asing yang tak bisa kumengerti.

Entahlah, dari dulu kami memang tak bisa dekat. Bapak menginginkan anak laki-laki, sementara kelima anaknya perempuan. Barangkali itulah yang membuat sulit sekali diajak bermanja.

Suatu sore, saat matahari senja merah saga memenuhi langit, Bapak benar-benar pulang. Sosoknya yang tinggi besar memenuhi pintu rumah. Dan Ibu menyambutnya seperti biasa, dengan mencium tangan Bapak, dan menyuruh kami melakukan hal yang sama. Tanpa beban, seolah tak terjadi apa pun yang pernah mengguncang keluarga kami. Kucari dendam di mata Ibu, tapi ya Rabbi, mata itu begitu ikhlas dan tabah. Sementara hatiku sudah mulai tertorehi luka.

Agustus 1984 ..

Perekonomian keluarga kami benar-benar terpuruk. Aku tak bisa melanjutkan sekolah. Jangankan untuk mendaftar SMA, untuk makan sehari-hari pun mulai kesulitan. Bapak berpamitan untuk mencari kerja di Bogor. Memang di kota kecil seperti Kediri, mencari pekerjaan baru bukanlah hal mudah, apalagi untuk orang yang namanya sudah cacat seperti Bapak.

Ibu mengambil alih perekonomian dengan membuka warung pecel di depan rumah. Pagi buta sampai siang, Ibu mengurus warung pecelnya. Sore hingga malam membuat krecek, makanan ringan dari irisan singkong kering yang digoreng dan dibumbuhi gula merah serta cabai. Aku membantu Ibu sekuatnya. Aku punya kewajiban moral untuk membantunya, kalau bukan aku, siapa lagi?

Bangun pukul empat pagi, kini tak terasa dingin lagi. Sepagi itu aku dan Ibu mulai ke pasar. Tiba di rumah, kami berbagi tugas. Aku mencuci baju, Tini membersihkan rumah. Setelah beres, kami membantu Ibu menyiangi sayuran. Ketika adik-adikku berangkat sekolah aku mulai menyiapkan potongan-potongan singkong untuk digoreng. Bila malam tiba, sambil mengajari mereka, aku dan Ibu membungkus krecek ke dalam plastik agar esok pagi bisa kuedarkan ke warung-warung dan pasar Kandat.

Ya Allah, Pengatur nasib umat, aku sangat bangga pada Ibu. Di tengah himpitan ini beliau masih terus berkhusnudzan kepada-Mu, terus mengajari kami bersabar, dan terus membimbing kami dengan cintanya. Ya Allah, berikanlah segala kebaikan-Mu untuk Ibu dan kami sekeluarga. Dan berilah kesadaran untuk Bapak, ya Allah, bahwa kami adalah putri-putri yang juga mengharap cintanya. Amin.

Agustus 1986 ..

Bapak datang. Datang! Setelah sekian lama tanpa kabar dan kiriman apa pun. Datang dengan sederet tuntutan dan pelecehan pada Ibu. Tuntutan atas kehadiran anak laki-laki yang tak mampu dilahirkan Ibu.

Dan satu pelecehan lagi yang membuat darahku berpacu ke ubun-ubun, beliau mengaku sudah menikah di Bogor dan mempunyai seorang anak laki-laki. Tuntutan untuk menjual sisa tanah, dengan alasan anak laki-laki lebih berhak memperoleh daripada kami. Semua dikatakan Bapak saat kami kesulitan untuk sekedar mengisi perut.

Entah keberanian apa yang membuatku lancang kepada Bapak. Kupukul dan kucakar lelaki yang kusebut bapak itu sehingga sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Ibu yang tersimpuh di atas tubuhku dengan isak pelan, dan umpatan kasar Bapak, “Perempuan sialan, perempuan pincang! Seperti ini kau didik anakmu? Huh, dari dulu aku memang malu punya istri seperti kamu, dasar pincang!”

Kali ini giliran Ibu yang mendapat tamparan Bapak. Sakit…. Sakit hatiku mendengar Ibu diumpat seperti itu. Kaki Ibu memang tidak normal, terserang polio sedari kecil. Tapi bukan berarti ia tidak sempurna mendidik kami. Sungguh ia satu-satunya wanita yang membetot habis rasa cinta dan hormatku lebih dari apa pun. Satu lagi luka tertoreh.

Kupandang Bapak dengan mata menyala. Biar….. biarlah Bu, Bapak mengambil tanah itu. Kita buktikan bahwa kita bisa hidup tanpa bantuannya bila itu yang Bapak mau. Aku berjanji, aku bertekad, akan kulakukan apa pun untuk Ibu dan adik-adikku.

Januari 1990 ..
Rumah Makan Padang “Siang Malam”, Gringsing, Kendal ...

Aku membawa truk bermuatan kelapa memasuki pelataran rumah makan. Sisa setengah perjalanan lagi menuju Jakarta. Ahmad dan Pak Gono membuka mata. Dengan sopan aku menyilahkan mereka untuk beristirahat. Sementara aku harus berburu waktu mencari musholla, shalat Isya’.

Celana hitam, jaket gombrang coklat, dan jilbab kaos hitam telah menyulapku menjadi sosok yang cukup dikenal di rumah makan ini. Pemiliknya Pak Haji Yassin juga kenal denganku. Karena itu aku memilih tempat ini sebagai tempat istrirahat bila nyopir ke arah barat.

Selain lingkungannya apik, baik, juga ada musholla yang nyaman tempat aku istirahat sejenak. Sesekali bahkan Bu Haji menyuruhku istirahat di ruang belakang mereka. Sementara aku istirahat, Ahmad biasa mencuci kaca depan truk, mengisi air radiator, mengecek mesin, dan ban, serta tak lupa menyiapkan sebotol kecil kopi hangat di samping jok untuk persiapan nanti.

Truk ini milik Pak Jono, teman Bapak. Aku yang dipercaya mengelolanya dengan sistem sewa. Dulu, hampir tiap hari aku keluar masuk desa untuk menawarkan jasa transportasi ini. Kini tinggal memetik hasilnya. Para petani dan pedaganglah yang datang apabila membutuhkan truk sekaligus sopirnya.

Aku tak pernah bercita-cita menjadi seorang sopir. Tidak, tidak karena itu dunia laki-laki yang keras dan penuh bahaya. Tapi aku tak punya pilihan lain. Hanya pekerjaan ini yang bisa menghasilkan uang paling banyak. Sekali nyopir aku bisa mengantongi uang lima puluh ribu sampai seratus ribu.

Bahkan bila musim panen, aku bisa memegang hingga satu juta rupiah sebulan. Alhamdulillah. Karena selain menyopir, aku juga memasok beberapa komoditi pasar seperti kelapa, pisang, semangka ke beberapa kota sekeliling Kediri. Tentu, dengan bagi hasil dengan Pak Jono.

Ibu terus berjualan pecel dan membuat krecek. Kini hanya dibantu Sundari karena Sutini dan Sulastri sudah kuliah di Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Sedang Partinah memilih ke Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bahagia rasanya melihat mereka terus sekolah, lebih bahagia karena mereka tak pernah mengecewakan lelehan keringatku. Mereka belajar keras, bahkan sangat keras untuk membahagiakan Ibu dan kakaknya yang sopir truk ini.

Sekali waktu, Tini pernah marah padaku, ia minta diijinkan bekerja untuk ikut membantu ekonomi keluarga. Tapi adikku itu mengkeret begitu melihatku memandang tajam ke arahnya.

Adikku…. Maafkan Mbak Tiwuk. Biar Mbak Tiwuk saja yang berkorban, satu saja! Kalian semua jadilah manusia yang berhasil. Dengan lulus UMPTN, dengan kuliah yang benar, dengan cepat lulus, itu sudah cukup membantu Mbak Tiwuk. Sudah membuat Mbak bahagia. Jangan pikirkan yang lain. Doa Mbak untuk kalian semua.

Juli 1993 ..
Rumah Makan “Ayem Tentrem”, Pelabuhan Ketapang...

Sudah larut malam ketika aku beristirahat, menunggu kapal yang akan berangkat ke Pulau Bali. Ini rute pertamaku. Agak gamang juga. Tapi Ahmad, kenekku meyakinkan bahwa ia pernah ke Denpasar sebelumnya, jadi aku tak perlu khawatir tersesat.

Deretan truk terparkir dalam keremangan pelabuhan. Aku turun, mencari musholla dan tempat nyaman untuk menyantap rantang makanan bekal dari Ibu.

Menjelang pukul dua, kudengar keributan di sekitar trukku. Ahmad berteriak-teriak, aku tertegun. Segerombolan preman tengah merubungnya. Tukang palak rupanya. Sementara Pak Sabar, pemilik kayu gelondongan yang kuangkut tergigil pucat pasi di sisi truk.

Pemalakan tidak tanggung-tanggung karena kami orang baru, diharuskan membayar biaya keamanan sebesar seratus ribu. Sejenak mereka melongo begitu tahu sopirnya wanita. Tapi tak pernah kugunakan sebutan itu untuk bersikap lemah, terlebih ini menyangkut hak untuk mencari penghidupan halal, hakasasi setiap umat untuk meneruskan hidupnya.

Setelah gertakan untuk melapor polisi tak ditanggapi, terpaksa kuladeni tantangannya. Ahmad satu tingkat di bawahku di perguruan Perisai Diri. Jadi aku bisa mengandalkannya. Seratus ribu bukan jumlah yang sedikit. Apalagi Sulastri membutuhkan biaya untuk praktikumnya.

Perkelahian berjalan tak seimbang, dua lawan tujuh. Kami bertarung sengit, tiga orang berhasil kami buat jatuh, seorang yang bertindak sebagai pemimpinnya berbuat nekad, saat tendangan kaki kiriku ku arahkan ke si brewok, ia menohok dari samping.

Cras… kaki berbalut sepatu kets-ku berlumuran darah. Perih, darah keluar dengan deras. Aku masih bisa menangkis dua, tiga serangan, setelah itu gelap.

Saat sadar aku telah berada dalam salah satu bangsal di RSU Banyuwangi. Menurut dokter, setelah sembuh nanti kemungkinan aku akan mengalami sedikit pincang. Sejumlah memar juga menghiasi leher dan punggung. Rupanya saat aku sudah jatuh mereka masih menendangiku.

Untunglah Pak Sabar datang tepat pada waktunya dengan dua orang polisi pelabuhan. Aku bersyukur karena Ahmad dan Pak Sabar tak terluka. Ah, peristiwa pahit. Tapi tak akan melemahkan semangatku untuk terus mencari nafkah, karena lima bulan lagi Sundari lulus SMA.

Februari 1995 ..

Kutuntun Ibu ke dalam ruangan penuh spanduk dan karangan bunga. Subhanallah, matahari pagi dipucuk-pucuk pinisium ikut tersenyum memandang kami. Hari ini Sutini disumpah menjadi seorang dokter. Map hitam berlogo almamater diserahkan kepada Ibu dan aku sambil menahan tangis. “Ini….Untuk Ibu dan Mbak Tiwuk. “Kupeluk adikku, kuusap keningnya.

“Seandainya setiap kakak di dunia ini seperti Mbak Tiwuk…..,” ujarnya dengan mata basah. “Seandainya semua adik di dunia seperti kalian, tidak akan ragu seorang kakak melakukan apa pun,” kami berpelukan, kurengkuh bahu adikku, Tini yang bulan depan akan mengakhiri masa lajangnya, disunting oleh teman seangkatan, pemuda soleh yang bulan kemarin bersama keluarganya mengkhitbah Tini di rumah kecil kami. Jemputlah masa depanmu Adikku….Mbak Tiwuk ikhlas kau langkahi.

Mei 1997 ..
Rumah Makan “Baranangsiang” , Bogor ...

Menyebut kota ini menimbulkan luka lagi yang menganga, Bapak….. pelan ku eja namanya. Nama laki-laki yang seharusnya menanggung beban di atas pundakku. Pernikahan Tini kemarin beliau hadir, juga saat Tinah diakadkan. Semanis apa pun wajah kupasangkan, tak bisa membangun jembatan kemesraan anak beranak di antara kami. Hati ini terlanjur sakit.

Pada saat kupandang wajah Ibu, masih dengan tulus yang sama menyambut kepulangan Bapak. Alangkah luas telaga maafmu, Ibu. Sementara hanya setitik hormat yang masih ku punya. Menurut berita yang kudengar, usaha Bapak di Bogor maju pesat, dengan seorang istri dan dua anak laki-laki yang diidamkannya.

Syukurlah jika Bapak bahagia. Semoga waktu akan mengurai kebekuan hati ini hingga terbentuk maaf yang tulus untuknya. Karena aku tak mau selamanya jadi anak durhaka. Bukankah Allah telah begitu adil dengan apa yang telah kami terima selama ini? Sungguh aku bersyukur…

Mei 2000 ...

Rumah berdinding setengah bata setengah bambu kami terasa bertambah tua, atap dapur bahkan nyaris doyong. Seperti juga kerut pada Ibu, juga wajahnya yang makin mengental. Jika ada kesempatan untuk bernafas, inilah saatnya. Keempat adikku sudah mentas semua. Tinggal Sundari, itu pun sudah hampir mandiri, karena selain menyelesaikan S2, ia juga mengajar di sebuah yayasan.

Kini perhatianku beralih ke Ibu. Ibu yang membesarkan kami dengan kedua tangannya!, dengan kakinya yang terseok, yang selalu membentengi kami melalui doa yang rutin dipanjatkan di setiap malam, melalui puasa Senin-Kamis, dengan keprihatinannya, juga dengan sabar dan cintanya.

“Wuk, bisa nggak ya niat Ibu kesampaian. Ibu ingin sekali melihat Baitullah.” Satu kata itulah yang menjadi perhatianku kini. Maka, ketika Tini, Tinah, dan Lastri menawarkan diri untuk merenovasi rumah, kalimat itu kuulang pada ketiga adikku. Dengan sisa tabungan dan sumbangan mereka, aku berharap bisa memenuhi permintaan Ibu.

Juli 2000 ...

“Dunia begitu indah karena kami memiliki kakak seperti engkau. Terimakasih, Mbak….” Kueja kalimat itu berulang. Sebuah cincin bermata berlian menyertai kertas itu. Ah, aku lupa, hari ini aku berulang tahun. Aku memang selalu lupa dan tak pernah memikirkannya.

Setitik air membasahi pipi, sudah berapa lama aku tidak menangis? Kucium kertas itu. Adik-adikku, dunia pun sangat indah karena aku memiliki kalian, juga Ibu. Terima kasih ya Alah.

Februari 2001 ..
Garuda Indonesia, Boeing 737, Jamaah Haji Kloter 12 ...

Pada Allah semua tujuan hidup bermuara. Tak pernah kubenci dan kusesali hidupku. Karena aku telah memandang semuanya dengan syukur dan karenanya sepahit apa pun kenyataan akan tetap terasa indah. Inna ma’al ‘usri yusro, sesungguhnya dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Allah akan memberi kemudahan itu pada setiap hambanya yang sabar.

Sering aku tak percaya bisa melakukan semua ini, karena tugas itu nyaris usai. Allah Yang Maha Pemurah, telah memberiku kesempatan hidup lebih panjang dari yang divonis dokter. Gadis dengan cacat jantung bawaan seperti aku……rasanya tak percaya.

Allah, jika Engkau ijinkan, berilah hamba waktu lagi minimal untuk bisa berjumpa dengan Bapak, agar kebekuan ini mencair. Untuk sebuah kata maaf yang belum pernah bisa kukeluarkan, karena aku, Tiwuk Hartati, pernah mempunyai doa yang sangat jelek untuknya. Biarlah maaf itu tumbuh seperti sejuta telaga kasih milik Ibu.

Awan putih menyembul di balik kaca, berarak meniupkan simponi syahdu. Seolah aku sedang duduk di antaranya, membaca tanpa gerak bibir, bahasa yang santun dan dewasa, mengantarku dalam kedalaman rasa tiada tara. Ibu memejamkan mata di seat sebelah, tenang dan damai. Oh Ibu, akhirnya penantianmu usai sudah. Lihatlah Bu, lihat awan itu. Ia akan mengantar kita ke suatu tempat yang paling Ibu dambakan.

Kuusap lembut jemari kisut dan kasar itu. Ibu…. Lelah guratan hidupmu, membayang pada raut wajah itu, tapi tak bisa mengurangi keagungan cinta milikmu. Kukecup lembut dan kubawa tangan itu ke atas dada. Di bandara tadi, harta-hartamu mengantar kepergian kita dengan haru: Dokter Sutini, Dokter Sulastri, Insinyur Partinah, dan calon guru kita Sundari, juga suami-suami mereka dan keponakanku yang lucu-lucu: Hanif, Asfa, dan Abdus.

Tawamu jernih dan tulus ketika mencium mereka satu per satu, mutiara hidupmu. Wajah damaimu Ibu, adalah bentuk kepasrahan seorang hamba dalam menjalani garis hidup Sang Pencipta, tanpa keluh dan putus asa.

Kepasrahan dalam ketegaran yang senantiasa yakin akan pertolongan Khaliknya. Kurasakan burung besi ini semakin meninggi, memecah udara, diiringi senyum hangat pramugari-pramugari anggun berbaju muslimah yang menawarkan makanan. Kuambilkan satu untukmu, Ibu….

Garuda pun membelah angkasa menuju Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Semakin jauh meninggalkan Jakarta, meninggalkan Kediri. Dan satu harapan lagi, dengan izin-Mu akan terwujudkan. Allah Maha Besar ...

~ o ~

Salam santun dan keep istiqomah ...

--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----

Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....

#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....

====Sumber : http://lenteraara.wordpress.com/2007/05/23/pada-allah-semua-tujuan-hidup-bermuara/

Kamis, 12 Juli 2012

THE CEN


Lingkungan yang tak pernah kuduga
Begitu bising ketika kulangkahkan kaki ke tempat ini
Namun kini aku merasakan kehilangan
Kehilangan yang amat berarti
The Cen bukan hanya sekedar kelas
Karena The Cen aku bisa bersosialisasi
Karena The Cen aku dikenal
Deraian air mataku kini mengalir
Membasahi wajahku
Sungguh aku merasakan kehilangan
Walau di awal begitu terasa susah untuk membaur
Namun kini hatiku pilu
Kupandangi foto-foto bersama The Cen
Tak disangka waktu memisahkan kita
THE CEN (THE CRAZY EIGHT NINE)
Kami memang gila
Gila akan persahabatan dan solidaritas
Gila akan kebersamaan yang solid
Tapi semboyan kami adalah
“We are not the fist but the best”

Sabtu, 02 Juni 2012

Buat Wanita Sholehah

Tangisan sanubari telah terhenti
Kala suram suria memancar sinarnya
Pertemuan seindah bayangan firdausi
Menjadi zikir kasih yang suci

Lukisan dua jiwa menjadi satu
Terkenang detik bertemunya kau dan aku
Santun berhikmah mengingatkan diri
Hidup dan mati hanya untuk Ilahi

Mengenggam janji cinta ini
Bertemu kasih tanpa jasad
Bicara tanpa suara
Hanya tulisan bahasa indah
Mengeratkan antara kita
Hinggalah ke akhirnya

Kau ku sanjung kerna pengorbanan
Bagai puteri di kayangan
Tika ku lesu hadapi hidup
Kau hembuskan nafas semangat
Penawar hati

Selasa, 22 Mei 2012

Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.

Daftar isi

Asal-usul dan sejarah

Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat bangsawan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat skumpulan manusia. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya lima kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.

Masyarakat

Masyarakat Kepulauan Raja Ampat umumnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung-kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, apalagi kalau kita membawa oleh-oleh buat mereka berupa pinang ataupun permen. Barang ini menjadi semacam 'pipa perdamaian indian' di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga "Para-para Pinang" seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah setempat untuk cerita-cerita lucu.
Mereka adalah pemeluk Islam dan Kristen dan seringkali di dalam satu keluarga atau marga terdapat anggota yang memeluk salah satu dari dua agama tersebut. Hal ini menjadikan masyarakat Raja Ampat tetap rukun walaupun berbeda keyakinan.

Kekayaan sumber daya alam

Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.
Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan ikan pari Manta. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Manta Ray yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan.

Peninggalan prasejarah dan sejarah

Di kawasan gugusan Misool ditemukan peninggalan prasejarah berupa cap tangan yang diterakan pada dinding batu karang. Uniknya, cap-cap tangan ini berada sangat dekat dengan permukaan laut dan tidak berada di dalam gua. Menurut perkiraan, usia cap-cap tangan ini sekitar 50.000 tahun dan menjadi bagian dari rangkaian petunjuk jalur penyebaran manusia dari kawasan barat Nusantara menuju Papua dan Melanesia.
Sisa pesawat karam peninggalan Perang Dunia II bisa dijumpai di beberapa tempat penyelaman, seperti di Pulau Wai.

Akses

Mengunjungi kepulauan ini tidaklah terlalu sulit walau memang memakan waktu dan biaya cukup besar. Kita dapat menggunakan maskapai penerbangan dari Jakarta ke Sorong via Menado selama 6 jam penerbangan. Dari Sorong –kota yang cukup besar dan fasilitas lumayan lengkap- untuk menjelajahi Raja Ampat pilihannya ada dua, ikut tur dengan perahu pinisi atau tinggal di resor Papua Diving. Sekalipun kebanyakan wisatawan yang datang ke Raja Ampat saat ini adalah para penyelam, sebenarnya lokasi ini menarik juga bagi turis non penyelam karena juga memiliki pantai-pantai berpasir putih yang sangat indah, gugusan pulau-pulau karst nan mempesona dan flora-fauna unik endemik seperti cendrawasih merah, cendrawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus waigeo, serta beragam jenis anggrek.

Ancaman terhadap kepulauan ini

Kekayaan keanekaragaman hayati di Raja Ampat telah membuat dirinya memiliki tingkat ancaman yang tinggi pula. Hal itu bisa dilihat dari kerusakan terumbu karang dan hutan. Kerusakan terumbu karang umumnya adalah karena aktivitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti bom, sianida dan akar bore (cairan dari olahan akar sejenis pohon untuk meracun ikan).

Usaha-usaha konservasi

Untuk menjaga kelestarian bawah laut Kepulauan Raja Ampat, usaha-usaha konservasi sangat diperlukan di daerah ini. Ada dua lembaga internasional yang konsen terhadap kelestarian sumber daya alam Raja Ampat, yaitu CI (Conservation International) dan TNC (The Nature Conservancy). Pemerintah sendiri telah menetapkan laut sekitar Waigeo Selatan, yang meliputi pulau-pulau kecil seperti Gam, Mansuar, kelompok Yeben dan kelompok Batang Pele, telah disahkan sebagai Suaka Margasatwa Laut. Menurut SK Menhut No. 81/KptsII/1993, luas wilayah ini mencapai 60.000 hektar.
Selain itu, beberapa kawasan laut lainnya telah diusulkan untuk menjadi kawasan konservasi. Masing-masing adalah Suaka Margasatwa Laut Pulau Misool Selatan, laut Pulau Kofiau, laut Pulau Asia, laut Pulau Sayang dan laut Pulau Ayau.

Pranala luar