Sabtu, 14 Juni 2014

GARA-GARA ROHIS #2


KETENANGAN ITU BERNAMA ROHIS

Masa remaja, masa yang galau galau nya, kebimbangan melanda para remaja apalagi remaja yang ababil. Kegundahan akan jati diri sempat menghampiri  Dewi. Hampir seluh ekstra kulikuler di sekolah, pernah Diikuti oleh Dewi, namun hasilnya nihil. Semua ekskul itu tidak memberi rasa cocok di hati Dewi, hingga suatu hari ada seorang teman yang baru saja masuk Rohis dan bercerita betapa serunya rohis itu. Hati Dewi mulai gusar akan ucapan temannya itu namun Dewi masih belum yakin.
Ucapan kawannya itu  masih saja berputar-putar di kepala dewi, sungguh perasaan yang aneh. Awalnya Dewi masih mengorek informasi dari temannya itu, tapi lama-kelamaan rasa penasaran itu makin kuat ditambah lagi ketika hari jum’at selalu saja ada kakak kelas yang menginformasikan akan kegiatan rohis yang khusus untuk perempuan. Sangat jarang dewi lihat ekskul lain seperti itu, bayangkan setiap pekan memberikan informasi dan mengajak agar datang dan tak pernah lelah. Sempat beberapa kali Dewi mengintip kegiatan itu, tapi masih saja ragu untuk memantapkannya.
Hingga suatu hari ada kedua temannya yang ingin masuk rohis juga, diberanikan langkah kaki dewi menuju tempat itu. Sungguh sambutan hangat yang tiada pernah dipikirkan dewi. Ketika itu ternyata agenndanya itu membuat kreasi dari makanan, sungguh seru walaupun ketika awalnya harus dihadang dengan mengapa memilih rohis, mengapa mau masuk rohis. Dewi menyerentakan jawabannya dengan kedua kawannya yang lain, maklum saja Dewi masuk rohis karena rasa penasaran dan dia pun belum tahu mengapa karena dia masuk rohis.
Untuk minggu-minggu ini, dewi hanya baru mengikuti kegiatan rohis keputrian dan mentoring Bta saja sedangkan yang pokok yaitu rohis bersama murabbi belum. Alasannya sepele, karena ketika awal masuk muncul berbagai paradigma tentang murabbi  rohis, jadi agak gimana gitu untuk mengikuti agenda sang murabbi.
Setelah satu bulan mengikuti rohis barulah dewi mengikuti rohis dengan snag murabbi, walaupun awalnya agak canggung tapi lama-kelamaan juga akan terbiasa. Maklumlah ketika dewi masuk rohis itu kira-kira ketika semester genap, ditambah ketika semester itu gur-guru kelas sembilan amatlah sibuk, maka tak jarang sang murabbi tak datang namun ada kak Alwi dan kawan kawan yang  menjadi murabbi sementara.
Walaupun bisa dibilang ketika itu jadwal rohisnya amatlah kacau, yang siang hanya rohis beberapa menit saja dan yang datang pun tak seberapa. Tapi rasa penasaran masih bersarang dalam benak Dewi. Pertanyaan ketika awal dia masuk rohis masih belum terjawab. Untuk apa dia masuk rohis? Apa alasanya? Pertanyaan itulah yang mendorong dewi tetap aktif di rohis.
Suatu dilema memang, ketika awal tahun ajaran baru, yang memantapkan hati di rohis hanya beberapa orang saja, kalau tidak salah akhwatnya hanya empat orang. Bukan anak rohis namanya kalau hanya karena hal itu pesimis. Anak rohis anti pesimis.
“Dewi kenapa, kok mukanya ngak bersahabat gitu?” tegur kak dina ditengah lamunan dewi
“ini loh kak, ko yang tertarik di rohis Cuma sedikit yah? Galau tau,” jawab Dewi dengan lesu.
“kenapa harus galau? Ini kan baru permulaan, tak menutup kemungkinan jika beberapa waktu kedepan anggota ini akan bertambah, optimislah,” seru kak Dina dengan senyum manisnya.
“bingun atuh ka,” keluh kesah dewi
“bingung kenapa?”
“apa rohis masih dipikir sampingan ya kak? Atau demo ekskulnya kurang keren?”
“demo ekskul kemaren keren kok, pake banget malah. Bukankah rohis datang dengan keikhlasan? Kenapa harus memaksa seseorang harus ikut rohis?  Siapa tahu walaupun mereka sedikit tapi mereka penuh dengan keikhlasan, bukankah itu yang kita cari?”
“semua pertanyaan kakak aku jawab iya, tapi iri kak lihat ekakul lain peminatnya banyak banget, aku gundah,”
“loh kenapa harus iri? Jangalah iri, kan sudah diberi takarannnya masing-masing, mungkin sekarang takaran kita sedikit tapi esok ataupun lusa kita tak pernah tau mungkin akan bertambah, percayalah kepada kuasa Allah SWT,”
“iyap, harus semangat.”
Mentari mulai menampakan sinarnya dan bemberikan senyuman kepada setiap insan manusia. Pagi ini tatapan baru, asa baru, kehidupan yang baru, dan semangat yang baru akan dimualai. Memang tak ada yang istimewa hari ini namun sudah ada tekad dalam diri Dewi, sebuah tekad yang amat sangat membara.
“aduh ada yang senyum-senyum aja nih? Kalau punya kebahagiaan bagi-bagi dong?” celetuk Rita
“ini aku bagi kebahagiaannya,” menebar senyum ke Rita
“ihhhh bukan bagi-bagi senyum maksudnya,” jawab Rita
“terus bagi-bagi apa? Kan sneyum itu kebahagian?” tanya Dewi dengan sedikit bingun
“berbagi cerita maksudnya, berbagi cerita itu menyenangkan. Ayolah berbagi.” Jawab rita dengan penuh antusias.
“Rita kepo banget sih, mau tau bangeettt apa?”
“ihhhh Dewi, serius nih, dewi gitu sih, ngak temen nih,”
“jangan marah kakak, ade minta maap hehehe. Aku itu tadi senyum-senyum karena lagi coba memikirkan program rohis atau kegiatan rohis apa yang bisa buat nambah anggota, lagi coba di pikirkan satu-satu, eh malah ngak sengaja keingetan waktu rujakan bareng sama mereka.”
“rujakan? Emang ada? Keren banget deh,”
“iya ada, tapi waktu itu yang rujakan Cuma sedikit, eh yang laki-lakinya Cuma dua orang aja,”
“terus apa yang seru?”
“ihhh itu belum kelar tau ceritanya,”
“ohhh, yaudah terusin dong,”
“jadi waktu rujakan itu ada yang berebutan sambelnya, ambil-ambil buah temennya, ada yang Cuma liatin doang karena lambungnya nak bisa di ajak kompromi, terus ada suruh ngabisin gitu, ihhh pokonya lucu deh,”
“apanya yang seru dan lucu? Itumah biasa,”
“karena Rita ngak ikut kegiatannya jadi Rita ngak bisa ngerasain serunya gimana!” pergi menilkan Rita
“yah jangan marah gitu dong Dewi,”
Mungkin semuanya ngak bakal peduli kalau dewi bercerita tentang rohis, mungkin mereka akan bersemangat kalau denger kabar dari korea, inggris dan kawan-kawan, tapi giliran rohis, kenapa cuek? Kenapa dipinggirkan? Kenapa? Rohis itu keren, rohis itu pinter, ibadah jalan prestasi juga jalan, kenapa seperti dipojokan? Ahhh aku lelah, sudah terlalu sering aku menyerah, sudah terlalu banyak airmata untuk rohis, aku tak bisa begitu saja meninggalkan rohis, arti sesungguhnya rohis masih belum aku temukan, semuanya masih hitam, masih belum ada titik terang, ini tekadku, harus!
“dewi kenapa? Kok nangis lagi? Kan kakak udah bilang sama dewi jangan nagis di depan kakak, jangan pesimis ataupun menyerah” sapa kak Dina nengagetkan lamunan dewi
“eh kak Dina (menyusap air matanya). Dewi ngak nagis kok, nih liat ngak ada air mata kan?” jawab dewi berusaha menutupi kesidihannya.
“udah lah ngak usah bohong sama kakak, bohong dosa loh?  Dewi nangis kenapa sih?” tanya kak Dina sambil memegang pundak dewi
“biasalah kak, ada sedikit insiden tapi yah sudah terlupakan kok sama dewi. Oya kak nanti kita keputrian kan? Materi, games, atau hasta karya?” tanya dewi penuh antusias
“ada deh, dewi kepo deh hehehe” ledek kak Dina
“ihhh kakak mah gitu,” (memasang wajah cemberut)
“jangan marah ade, kakak hanya berguara ja, ada deh pokonya, kalau mau tau nanti dateng aja deh, pasti dijamin seru kok,”
“sip deh kakak, dewi masuk kelas dulu ya ka, assalamualaikum kakak cantik”
“waalaikumsalam adikku sayang,”
Langkah kecilnya mengiringi keceriannya, tak ada lagi gundah, semua sirna seketika. Ketika kesedihan melanda, kak Dina datang sebagai pelipur lara. Ketika kekuatan itu hilang, rohis memberikan semangat agar kekuatan itu kembali. Di kala benteng bertahanan akan roboh, prajutir rohis dengan sigap mempertahankan benteng itu, sungguh suatu kesatuan yang takkan pernah terpisah dan takkan bisa di temukan dimanapun.
Berl sekolah berbunyi, dengan langkah terburu-buru, Dewi berlari menuju ruangan yang biasa di pakai untuk keputrian. Masih sepi memang ruangan itu namun terasa ramai ketika dewi melangkah penuh dengan ke ikhlasan. Anak laki-laki telah di giring untuk melaksanakan sholat jum’at, kini waktunya keputrian dimulai. Ternyata hari ini agendanya curcol atau curhat colongan atau lebih kerennya itu shering.
Penuh antusia ternyata, satu sama lain tak mau kalah untuk bertanya atau pun hanya sedekar berbagi cerita. Riuh memang ruangan ini tapi itu adalah kebahian untuk Dewi, ya walaupun anggota baru dari kelas tujuh hanya empat orang tapi hari ini terlihat seperti empat ratus orang. Dewi yang sedari tadi hanya duduk di pojok ruangan, sesekali tersenyum.
Dulu ketika di tanya alasanku memilih rohis aku belum meliki jawaban pasti, jawaban itu masih aku gantungan hingga setik ini. Detik ini aku baru menyadari betapa beruntungnya aku bisa menjadi bagian dari rohis. Detik ini pula aku beru tau mengapa aku jatuhkan hatiku untuk rohis. Sesungguhnya di rohis lah aku mendapatkan suatu ketenangan, ketenangan yang tidak aku dapatkan di tempat-tempat lain. Di rohis pula aku temukan rasa persaudaraan yang amat sangat kokoh. Mulai hari ini aku lantangkan suara ku untuk rohis, dan ku jawab pertanyaan mereka tentang alasanku memilih rohis. Saya anak rohis dan saya bangga menjadi anak rohis.
#GARA-GARA ROHIS. Dewi mulai menenukan keluarga yang baru, rasa penasarannya mulai terjawab sehingga ketika lulus nanti tak ada keraguan di dalam hatinya. #GARA-GARA ROHIS kini Dewi  bisa mengontrol emosinya. #GARA-GARA ROHIS, dewi memiliki sahabat-sahabat baru.






Ya Allah, Aku Jatuh Cinta (Cinta seorang ikhwan)


Betapa indah kerunia yang engkau berikan kepada hambamu
Sebuah perasaan sayang
Sebuah rasa peka, dan sebuah komitmen
Ya Allah, aku jatuh cinta
Kepada makhluk bernama hawa
Makhluk yang kau buat dari tulang rusuk seorang adam
Karena akhlaknya lah aku jatuh cinta
Tapi aku bingung,
Mungkinkan ini cinta atau hanya nafsu?
Aku takut salah melangkah
Bukanlah surga yang aku dapat malah neraka nanti yang ku temui
Ya Allah, aku jatuh cinta
Ridhoilah cintaku ini
Hantarkanlah aku kepada kedua orang tuanya
Tunjukanlah bahwa dia memang tulang rusukku yang hilang
Jika memang bukan dia tulang rusukku
Maka jauhkanlah dan buatlah hatiku ini agar tidak ada penyesalan
Ya Allah, betapa mahkluk yang bernama hawa telah menari dalam hatiku
Ya Allah, lindungilah hatiku agar cintaku bukan karena nafsu tapi karena mu
Jangan kau buat setan menari dalam diriku
Ya Allah, aku jatuh  cinta kepada mahklukmu yang bernama hawa






Cinta Dalam Diam

Tak pernah dipungkiri jika setiap manusia pernah merasakan cinta. Cinta itu hadir dengan sendirinya dan cinta itu suci karena jika cinta itu buta mengapa cinta harus melihat status dan fisik orang yang dicintainya. Jika cinta itu apa adanya mengapa harus merubah si dia agar menjadi yang kita inginkan. Cinta dalam diam, inilah pilihanku dalam mengekspresikan cinta dan inilah kisahku.
            Sejak pertama kali aku melihat kak Furqon, ada rasa yang aneh di dalam hatiku. Mungkin rasa suka atau apalah itu namanya. Awal pertama aku bertemu dengan kak Furqon adalah ketika dia menjadi pembawa acara di masjid sekolah. Walau pun ketika pertemuan pertama itu cukup memalukan untukku. Karena ketika di tanya tentang moto hidup, aku menjawabnya dengan gugup dan buyarlah kata-kata yang ada di kepalaku.
            Semenjak acara itu, aku makin sering melihat kak Furqon di lingkungan sekolah. Ternyata kak Furqon menjadi mentor BTA di sekolah. Makin tumbuhlah benih-benih rasa suka didalam hatiku. Jika di tanya alasannya apa atau mengapa aku bisa menaruh hati kepada kak Furqon maka aku sendiri pun tak tahu jawabannya. Kak Furqon sangat pandai berbicara, juga bisa membawa suasana menjadi menyenangkan, bacaan al Qur’annya enak di dengar.
            Cukup terpesona juga diriku dengan tampangnya yang rupawan. Jika aku mirip-miripkan, dia itu seperti Jimmy Shergil (aktor India). Sebetulnya kak Furqon itu tidak asing dipenglihatanku karena rumah kak Furqon berdekatan dengan guru les bahasa asingku ketika SD dulu. Ditambah lagi kak Furqon itu tetanggaan dengan teman SD ku yaitu Ayu. Aku sering sekali kerja kelompok di rumah Ayu maka tak ayal jika aku sering melihat kak Furqon namun waktu itu aku belum tahu namanya.
“Jujur deh dari dulu sampai sekarang yang belum aku tahu dari kamu itu orang yang kamu suka.” Celetuk Bunga
“Iya nih bu Haji kita itu pernah punya rasa suka sama siapa sih?” timpal Laras
“Sama siapa yah? Kasih tau nggak yah?” jawabku dengan senyum kecil
“Kasih tau dong! Penasaran berat nih! Yang membuat kamu misteriuskan yang kaya gini nih tertutup banget.” Omel bunga
“yasudah daripada nanti pada nangis gara-gara masih penasaran aku kasih tahu deh. Orangnya itu mirip dengan orang yang mengirim tausyiah singkat di dinding facebook ku. Tausyiahnya itu tentang memakai foto profil di facebook. Dia masih sedarah sama orang yang aku suka.”
“Ribet banget sih, nggak ada yang lebih gampangan apa? Tinggal sebut nama aja, nggak usah pake tebak-tebakan, males tahu!” ucap Bunga
“yang penting aku sudah beitahukan kepada kalian, masalah mau dicari atau tidak itu terserah kalian.” Ucapku
Seperti dugaanku, ternyata Maya juga menaruh hati kepada kak Furqon. Hal itu sangat terlihat jelas sebab rasa suka itu benar-benar Maya tunjukan contoh kecilnya adalah Maya selalu menyanjung kak Furqon ataupun berucap jika kak Furqon itu tampan. Sebenarnya ada sebuah pertanyaan dalam hatiku. Mengapa setiap aku menyukai seseorang, pasti ada salah satu dari temanku yang juga suka kepada dia. Namun seperti biasanya, aku yang mundur dari perjuangan ini. Kisah yang sama seperti sebelum-sebelumnya karena selalu aku yang mundur. Bukan karena tak berani namun prinsip yang selama ini aku pegang adalah Cinta Dalam Diam. Walaupun terlihat konyol karena bisa begitu mudahnya menyimpan rasa suka kepada seseorang selama bertahun-tahun tanpa ada orang yang tahu.
Rasa suka ku kepada kak Furqon pun makin lama makin menghilang. Entah karena Maya datang sebagai orang yang juga suka kepada kak Furqon atau memang karena aku salah menaruh hati. Ku akui memang aku yang suka kepada kak Furqon dan kak Furqon pun tak pernah tahu jika aku menyimpan rasa untuknya. Aku yang memulai dan harus aku pula yang mengakhirinya. Tak ada lagi rasa peka, tak ada lagi rasa suka kepada kak Furqon dan ku biarakan hati ini mengalir apa adanya mengikuti arus yang tenang. Hari-hari ku berjalan seperti biasa namun yang berbeda hanya susunan hati ku yang baru. Walau masih ada saja bayang kak Furqon yang melintas tapi aku ingat bahwa disana ada seorang penggemar kak Furqon yang lebih bisa menyesuaikan diri dengan kak Furqon.
Kini aku mengikuti Bimbingang Belajar sebuah lembaga yang mana pengajarnya adalah ibunda dari kak Furqon. Tak ada masalah mengenai hal itu karena dulu adalah dulu dan sekarang adalah sekarang. Tak ada lagi rasa suka hanya rasa biasa. Tak mau terlalu berharap karena takut jika tak sesuai harapan. Banyak dapat cerita tentang masa kecil kak Furqon dari sang ibundanya. Menarik juga kisah kecilnya dan ternyata ketika kecil, kak Furqon itu cukup membuat sekeklilingnya tertawa karena celoteh lucunya. Yang aku ingat dari cerita sang ibundanya bahwa ketika kecil kak Furqon menyebut nasi tanpa lauk pauk itu adalah nasi sengsara. Tak hanya kisah masa kecilnya tapi ketika beranjak dewasa dan sampai sekarang pun masih bisa aku dengar kisahnya dari sang bunda.
Dari kisah itu ada beberapa sifat kak Furqon yang sama denganku. Contohnya jarang cerita masalah pribadi ataupun sekolah kepada sang ibunda jika sang bunda tak bertanya akupun sama seperti itu, tidak terlalu dekat dengan ibu. Kak Furqon suka mengomentari tayangan televisi padahal dia sedang mengerjakan pekerjaan lain, akupun sering mengomentari tayangan televisi. Ketika ditanya cita-cianya kak Furqon menjawab ingin membagun sekolah atau jadi menteri pendidikan aku pun berkeingan membangun sekolah dan menjadi seorang pengajar di daerah tertinggal. Entah kebetulan atau apa tapi hal itu cukup mengganggu juga.
“Rahma, masa ada mentor yang punya kesamaan sama aku. Padahal aku tidak menaruh rasa sam dia” Pesan singkatku kepada Rahma.
“Memangnya siapa orangnya?” jawab Rahma.
“kak Furqon, mentor BTA.” Balasku
“mungkin kebetulan aja kali.” Balas Rahma
“aku berharap juga begitu.” ucapku
“besok kamu ke kelas aku aja, nanti kamu bisa deh ngobrol sepuasnya sama aku.” Saran Rahma
“baiklah, terimakasih telah membantu mendengarkan curahan hatiku hehehe.....” balasku
Keesokan harinya aku menemui Rahma dan bercerita semuanya tapi aku malah diledekin sama Rahma. Aku bilang saja jika ingin melihat kak Furqon, Rahma harus datang waktu BTA. Tapi Rahmanya nggak mau, katanya dia kalau kesekolah hari sabtu cuma kalau ada kerja kelompok aja. Tak apalah berarti Rahma hanya tahu nama dan tidak tahu wajahnya kak Furqon.
“kok kamu bisa tahu jika kak Furqon itu punya sifat yang sama kaya kamu?”
“ibunya cerita ma, pas ibunya cerita itu aku sedikit menyimpulkan tentang sedikit sifatnya kak Furqon yang sama denganku.”
“ibunya? Memangnya kamu kenal sama ibunya?”
“ibunya itu adalah guru bimbel aku dan setiap hari senin inysaallah kak Furqon yang menjadi pengajar disitu.”
“cieee yang udah deket sama ibunya. Jadi sering dong ketemu sama kak Furqon?”
“iyalah deket, kan itu guru les ku. Itukan baru rencana, lagi pula baru satu kali kak Furqon mengajar. Sebenarnya yang paling dekat sama beliau juga si Maya. Itu lho anak kelas sebelah yang juga suka sama kak Furqon.”
“berarti kamu saingan dong sama Maya?”
ngak! aku ngak saingan sama dia lagi pula aku kan sudah bilang sama kamu kalau aku sudah tak ada rasa lagi dengan kak Furqon.”
“terus kalau sama anak kelas ini, masih ada rasa?”
ngak! Lagi pula anak sini juga udah ada yang punya kan? Lantas untuk apa pula aku menyukai seseorang yang sudah dimiliki orang lain.”
“berdoa saja semoga kak Furqon itu jodoh kamu.”
“tapi aku nggak mau. Aku maunya tuh sifatnya seperti kak Furqon tapi orangnya bukan kak Furqon.”
“kok gitu?”
“terkadang males juga kali kalau menyatu dengan orang yang kita kenal, rasanya itu gimana gitu.”
“terus maunya siapa? Hmmm atau masih berharap sama yang disini?”
“sudah idak ada harapan lagi. Aku maunya itu orang yang baru aku kenal.”
“kenapa tidak mencoba untuk mempertahankan kak Furqon? Toh saingan kamu cuma Maya doang ko.”
“siapa bilang? Banyak tau anak-anak ekskul aku yang suka sama dia dan kalau aku lagi iseng-iseng buka dinding facebooknya, kirimannya dan komentarnya itu lumayan banyak juga dari perempuan. Lagi pula aku rasa aku tak bisa menyesuaikan diri dengan kak Furqon dan penyesuaian itu bisa di lakukan oleh Maya.”
Bel tanda masuk berdering, aku bergegas meninggalkan Rahma. Puas rasanyan hatiku mengungkapkan perasaan ini kepada sahabatku. Cinta dalam diam, membuatku bisa sedikit tegar karena cinta dalam diam itu lebih indah menurutku dari pada diungkapkan. Mungkin ada yang setuju dengan tindakanku mamun mungkin ada pula yang tidak setuju. Cinta dalam diam, membuat cintaku tumbuh dengan suci tanpa dikotori oleh sahwat dan terhindar dari ajakan syaitan untuk berbuat maksiat. Walau diawal terasa sesak namun jika dinikmati akan terasa indah. Mungkin aku memang tidak bisa mengungkapkan rasa suka ku kepada kak Furqon karena sikap diamku, namun aku masih percaya jika memang yang namanya jodoh pasti akan bertemu namun jika bukan jodoh maka harus ada perpisahan. Manusia hanya bisa berharap dan Allah yang berkehendak.