KETENANGAN ITU
BERNAMA ROHIS
Masa remaja,
masa yang galau galau nya, kebimbangan melanda para remaja apalagi remaja yang
ababil. Kegundahan akan jati diri sempat menghampiri Dewi. Hampir seluh ekstra kulikuler di
sekolah, pernah Diikuti oleh Dewi, namun hasilnya nihil. Semua ekskul itu tidak
memberi rasa cocok di hati Dewi, hingga suatu hari ada seorang teman yang baru
saja masuk Rohis dan bercerita betapa serunya rohis itu. Hati Dewi mulai gusar
akan ucapan temannya itu namun Dewi masih belum yakin.
Ucapan
kawannya itu masih saja berputar-putar
di kepala dewi, sungguh perasaan yang aneh. Awalnya Dewi masih mengorek
informasi dari temannya itu, tapi lama-kelamaan rasa penasaran itu makin kuat
ditambah lagi ketika hari jum’at selalu saja ada kakak kelas yang
menginformasikan akan kegiatan rohis yang khusus untuk perempuan. Sangat jarang
dewi lihat ekskul lain seperti itu, bayangkan setiap pekan memberikan informasi
dan mengajak agar datang dan tak pernah lelah. Sempat beberapa kali Dewi
mengintip kegiatan itu, tapi masih saja ragu untuk memantapkannya.
Hingga suatu
hari ada kedua temannya yang ingin masuk rohis juga, diberanikan langkah kaki
dewi menuju tempat itu. Sungguh sambutan hangat yang tiada pernah dipikirkan
dewi. Ketika itu ternyata agenndanya itu membuat kreasi dari makanan, sungguh
seru walaupun ketika awalnya harus dihadang dengan mengapa memilih rohis,
mengapa mau masuk rohis. Dewi menyerentakan jawabannya dengan kedua kawannya
yang lain, maklum saja Dewi masuk rohis karena rasa penasaran dan dia pun belum
tahu mengapa karena dia masuk rohis.
Untuk
minggu-minggu ini, dewi hanya baru mengikuti kegiatan rohis keputrian dan
mentoring Bta saja sedangkan yang pokok yaitu rohis bersama murabbi belum.
Alasannya sepele, karena ketika awal masuk muncul berbagai paradigma tentang
murabbi rohis, jadi agak gimana gitu
untuk mengikuti agenda sang murabbi.
Setelah satu
bulan mengikuti rohis barulah dewi mengikuti rohis dengan snag murabbi,
walaupun awalnya agak canggung tapi lama-kelamaan juga akan terbiasa. Maklumlah
ketika dewi masuk rohis itu kira-kira ketika semester genap, ditambah ketika
semester itu gur-guru kelas sembilan amatlah sibuk, maka tak jarang sang
murabbi tak datang namun ada kak Alwi dan kawan kawan yang menjadi murabbi sementara.
Walaupun bisa
dibilang ketika itu jadwal rohisnya amatlah kacau, yang siang hanya rohis
beberapa menit saja dan yang datang pun tak seberapa. Tapi rasa penasaran masih
bersarang dalam benak Dewi. Pertanyaan ketika awal dia masuk rohis masih belum
terjawab. Untuk apa dia masuk rohis? Apa alasanya? Pertanyaan itulah yang
mendorong dewi tetap aktif di rohis.
Suatu dilema
memang, ketika awal tahun ajaran baru, yang memantapkan hati di rohis hanya
beberapa orang saja, kalau tidak salah akhwatnya hanya empat orang. Bukan anak
rohis namanya kalau hanya karena hal itu pesimis. Anak rohis anti pesimis.
“Dewi kenapa,
kok mukanya ngak bersahabat gitu?” tegur kak dina ditengah lamunan dewi
“ini loh kak,
ko yang tertarik di rohis Cuma sedikit yah? Galau tau,” jawab Dewi dengan lesu.
“kenapa harus
galau? Ini kan baru permulaan, tak menutup kemungkinan jika beberapa waktu
kedepan anggota ini akan bertambah, optimislah,” seru kak Dina dengan senyum
manisnya.
“bingun atuh
ka,” keluh kesah dewi
“bingung
kenapa?”
“apa rohis
masih dipikir sampingan ya kak? Atau demo ekskulnya kurang keren?”
“demo ekskul
kemaren keren kok, pake banget malah. Bukankah rohis datang dengan keikhlasan?
Kenapa harus memaksa seseorang harus ikut rohis? Siapa tahu walaupun mereka sedikit tapi
mereka penuh dengan keikhlasan, bukankah itu yang kita cari?”
“semua
pertanyaan kakak aku jawab iya, tapi iri kak lihat ekakul lain peminatnya
banyak banget, aku gundah,”
“loh kenapa
harus iri? Jangalah iri, kan sudah diberi takarannnya masing-masing, mungkin
sekarang takaran kita sedikit tapi esok ataupun lusa kita tak pernah tau
mungkin akan bertambah, percayalah kepada kuasa Allah SWT,”
“iyap, harus
semangat.”
Mentari mulai
menampakan sinarnya dan bemberikan senyuman kepada setiap insan manusia. Pagi
ini tatapan baru, asa baru, kehidupan yang baru, dan semangat yang baru akan
dimualai. Memang tak ada yang istimewa hari ini namun sudah ada tekad dalam
diri Dewi, sebuah tekad yang amat sangat membara.
“aduh ada yang
senyum-senyum aja nih? Kalau punya kebahagiaan bagi-bagi dong?” celetuk Rita
“ini aku bagi
kebahagiaannya,” menebar senyum ke Rita
“ihhhh bukan
bagi-bagi senyum maksudnya,” jawab Rita
“terus
bagi-bagi apa? Kan sneyum itu kebahagian?” tanya Dewi dengan sedikit bingun
“berbagi
cerita maksudnya, berbagi cerita itu menyenangkan. Ayolah berbagi.” Jawab rita
dengan penuh antusias.
“Rita kepo
banget sih, mau tau bangeettt apa?”
“ihhhh Dewi,
serius nih, dewi gitu sih, ngak temen nih,”
“jangan marah
kakak, ade minta maap hehehe. Aku itu tadi senyum-senyum karena lagi coba
memikirkan program rohis atau kegiatan rohis apa yang bisa buat nambah anggota,
lagi coba di pikirkan satu-satu, eh malah ngak sengaja keingetan waktu rujakan
bareng sama mereka.”
“rujakan?
Emang ada? Keren banget deh,”
“iya ada, tapi
waktu itu yang rujakan Cuma sedikit, eh yang laki-lakinya Cuma dua orang aja,”
“terus apa
yang seru?”
“ihhh itu
belum kelar tau ceritanya,”
“ohhh, yaudah
terusin dong,”
“jadi waktu
rujakan itu ada yang berebutan sambelnya, ambil-ambil buah temennya, ada yang
Cuma liatin doang karena lambungnya nak bisa di ajak kompromi, terus ada suruh
ngabisin gitu, ihhh pokonya lucu deh,”
“apanya yang
seru dan lucu? Itumah biasa,”
“karena Rita
ngak ikut kegiatannya jadi Rita ngak bisa ngerasain serunya gimana!” pergi
menilkan Rita
“yah jangan
marah gitu dong Dewi,”
Mungkin semuanya ngak bakal peduli kalau
dewi bercerita tentang rohis, mungkin mereka akan bersemangat kalau denger
kabar dari korea, inggris dan kawan-kawan, tapi giliran rohis, kenapa cuek?
Kenapa dipinggirkan? Kenapa? Rohis itu keren, rohis itu pinter, ibadah jalan
prestasi juga jalan, kenapa seperti dipojokan? Ahhh aku lelah, sudah terlalu
sering aku menyerah, sudah terlalu banyak airmata untuk rohis, aku tak bisa
begitu saja meninggalkan rohis, arti sesungguhnya rohis masih belum aku
temukan, semuanya masih hitam, masih belum ada titik terang, ini tekadku,
harus!
“dewi kenapa?
Kok nangis lagi? Kan kakak udah bilang sama dewi jangan nagis di depan kakak,
jangan pesimis ataupun menyerah” sapa kak Dina nengagetkan lamunan dewi
“eh kak Dina
(menyusap air matanya). Dewi ngak nagis kok, nih liat ngak ada air mata kan?”
jawab dewi berusaha menutupi kesidihannya.
“udah lah ngak
usah bohong sama kakak, bohong dosa loh?
Dewi nangis kenapa sih?” tanya kak Dina sambil memegang pundak dewi
“biasalah kak,
ada sedikit insiden tapi yah sudah terlupakan kok sama dewi. Oya kak nanti kita
keputrian kan? Materi, games, atau hasta karya?” tanya dewi penuh antusias
“ada deh, dewi
kepo deh hehehe” ledek kak Dina
“ihhh kakak
mah gitu,” (memasang wajah cemberut)
“jangan marah
ade, kakak hanya berguara ja, ada deh pokonya, kalau mau tau nanti dateng aja
deh, pasti dijamin seru kok,”
“sip deh
kakak, dewi masuk kelas dulu ya ka, assalamualaikum kakak cantik”
“waalaikumsalam
adikku sayang,”
Langkah
kecilnya mengiringi keceriannya, tak ada lagi gundah, semua sirna seketika.
Ketika kesedihan melanda, kak Dina datang sebagai pelipur lara. Ketika kekuatan
itu hilang, rohis memberikan semangat agar kekuatan itu kembali. Di kala
benteng bertahanan akan roboh, prajutir rohis dengan sigap mempertahankan
benteng itu, sungguh suatu kesatuan yang takkan pernah terpisah dan takkan bisa
di temukan dimanapun.
Berl sekolah
berbunyi, dengan langkah terburu-buru, Dewi berlari menuju ruangan yang biasa
di pakai untuk keputrian. Masih sepi memang ruangan itu namun terasa ramai
ketika dewi melangkah penuh dengan ke ikhlasan. Anak laki-laki telah di giring
untuk melaksanakan sholat jum’at, kini waktunya keputrian dimulai. Ternyata
hari ini agendanya curcol atau curhat colongan atau lebih kerennya itu shering.
Penuh antusia
ternyata, satu sama lain tak mau kalah untuk bertanya atau pun hanya sedekar
berbagi cerita. Riuh memang ruangan ini tapi itu adalah kebahian untuk Dewi, ya
walaupun anggota baru dari kelas tujuh hanya empat orang tapi hari ini terlihat
seperti empat ratus orang. Dewi yang sedari tadi hanya duduk di pojok ruangan,
sesekali tersenyum.
Dulu ketika di tanya alasanku memilih rohis
aku belum meliki jawaban pasti, jawaban itu masih aku gantungan hingga setik
ini. Detik ini aku baru menyadari betapa beruntungnya aku bisa menjadi bagian
dari rohis. Detik ini pula aku beru tau mengapa aku jatuhkan hatiku untuk
rohis. Sesungguhnya di rohis lah aku mendapatkan suatu ketenangan, ketenangan
yang tidak aku dapatkan di tempat-tempat lain. Di rohis pula aku temukan rasa
persaudaraan yang amat sangat kokoh. Mulai hari ini aku lantangkan suara ku
untuk rohis, dan ku jawab pertanyaan mereka tentang alasanku memilih rohis.
Saya anak rohis dan saya bangga menjadi anak rohis.
#GARA-GARA
ROHIS. Dewi mulai menenukan keluarga yang baru, rasa penasarannya mulai
terjawab sehingga ketika lulus nanti tak ada keraguan di dalam hatinya.
#GARA-GARA ROHIS kini Dewi bisa
mengontrol emosinya. #GARA-GARA ROHIS, dewi memiliki sahabat-sahabat baru.