Jumat, 29 Maret 2013

LOVE IN NEW DELHI


 Tina, gadis ceria dari sebuah perkampungan di Bogor. Seorang gadis berketurunan Indonesia dan India. Pagi ini Tina masih bergelut dengan leptopnya, karya tulisnya masih belum rampung dia selesaikan. padahal, jam sudah berputar dan tepat berada di anggka delapan. Anggka yang seharusnya di pakai Tina untuk pergi ke kempat kerjanya.
            “Tina, mau berangkat bareng ngak?” terdengar suara dari luar kamar Tina. Ternyata yang memanggil itu kak Ali, kakak kedua Tina.
            “Iya. Tunggu bentar,” jawab Tina dari dalam kamar.
            “kalau lama kakak tinggal nih,” seru kak Ali sekali lagi.
            Tina pun bergegas menutup laptopnya dan turun ke lantai bawah. Tak lupa Tian berpamitan kepada ibunya. Kak Ali sempat bertanya ketika di jalan, mengapa jam segitu Tina masih berkutat dengan laptopnya. Tina pun memberikan jawabannya karena karya tulisnya belum dia diselesaikan dan Tina pun masih bingung untuk membahas tentang apa di karya tulis barunya itu ditambah lagi karya tulis itu akan di paparka di majalah tempat Tina bekerja satu bulan lagi. Kak Ali memberitahu Tina agar membuat karya tulis itu dari hati dan jangan terlalu berfantasi, buat sesuatu yang kebanyakan orang mengalaminya tapi dengan sudut pandang penulis itu sendiri. Tak terasa obrolan itu terhenti karena mobil yang dikendarai kak Ali sudah sampai di tempat kerja Tina. Tina pun berpamitan kepada kak Ali dan seperti biasa pula, teman-teman Tina histeris ketika melihat kak Ali.
            “Eh Tin, jam segini baru nongol, dicariin tuh sama Bu Hesti,” seru Asrti ketika Tina hendak ke meja kerjanya.
            “Emangnya ada apa?” tanya Tina dengan mimik wajah yang takut, bingung, sekaligus penasaran.
            “Tak tau aku. Mungkin mungkin masalah karya tulis kamu yang mau di publikasikan bulan depan atau mungkin bisa jadi karena kamu telat kali,” ucap Astri.
            “Jangan nakut-nakutin gitu dong,” balas Tina dengan mimik muka yang ketakutan.
            “Ihhhh siapa yang nakut nakutin? Udah gih sana, ke ruangannnya Bu Hesti aja supaya jelas,” jawab Astri dengan memberikan senyum dua jarinya kepada Tina.
            Dilangkahkan kakinya ke ruangan Bu Hesti, perasaannnya tak karuan, masa cuma sekali telat aja udah dicariin gini sih? Kalaupun tentang karya tulis kan masih satu bulan lagi, masa iya diuber-uber hari ini? Pertanyaan-pertanyaan itu terus jalan di kepada Tina. Benar saja, ternyata Bu Hesti menanyakan tentang karya tulis Tina yang akan dipublikasikan satu bulan mendatang. Tina menjelaskan kepada Bu Hesti jika karya tulisnya itu masih dalam proses dan Tina sedang melakukan survey tentang cerita apa yang sedang digemari anak muda zaman sekarang selain k-pop. Tetap saja Bu Hesti meminta agar karya tulis itu cepat selesai dan tak lupa tentunya Bu Hesti menegur Tina agar lain waktu dia tak datang terlambat lagi.
            “Diapain tadi diruangan Bu Hesti?” tanya Astri.
            “Biasa karena masalah telat dan Mba Hesti minta aku untuk selesaikan segera karya tulisku,” jawab Tina dengan eskpresi yang kurang menyenangkan.
            “Biasanya kan kamu kalau buat karya tulis dua hari aja jadi, kepada sekarang kayanya susah banget, sampai-sampai menggela nafas gitu,” seru Astri.
            “Iya sih Tri, tapi entah mengapa aku itu ingin sekali karya tulis aku ini dapat perhatian lebih dari para pembaca karena yang udah-udah responnnya Cuma itu-itu aja, pengen buat yang baru dan berbeda tapi tetep sama ciri khas  tulisanku yang berbau kasih sayang,”
            “Yasudah terserah kamu, tapi kalau buntuh bantuan, aku siap bantu ko. Jadi ke Delhi?” tanya Astri.
            “Delhi? Ohh, jika tak ada halangan insyaallah jadi lagi pula akupun sudah minta izin sama Mba Hesti dan diperbolehkan asalkan pas balik dari sana karya tulisku juga udah rampung, ” jawab Tina.
            “emangnnya mau berapa hari di sana?”
            “hhhhmmm kira-kira empat belas hari,”
            “aaaaaa...... iri aku, tapi ko lama banget sih?”
            “tenang aja nanti aku dapetin kain sari, gelang, manisan dan asinan india deh. Iya nih sekalian mudik, kan aku ngak pernah ke india jadi jenguk nenek iya, liburan juga iya,”
            “ngak usah bawa apa-apa buat aku, cukup Imran khan aja yang kamu bawa, terus anter deh ke rumahku hehehe...”
            “hah?? Imran khan??? Ragu aku kalau itu hehehe...”
            Selepas senda gurau itu, mereka pergi ke luar untuk makan siang. Langkah kaki tina terhenti sejenak memikirkan tentang kepergiannnya ke Delhi. Sanggupkah dia berada dalam negara yang mempunyai kebiasaan dan adat yang berbeda, mampukan dia menyesuaikan diri disana dan merampungkan tugas-tugasnya di negara orang. Pikiran itu terus mengusik hati Tina. Astri yang se-dari tadi memperhatikan Tina, menepuk pundak Tina berusaha meyakinkan Tina dengan senyum manis dari wajah Astri dan senyuman itu dibalas senyuman pula walau senyuman itu bukanlah senyuman keikhlasan. Di ruang kerjanya pun Tina masih saja melamun, melamunkan hal yang sama seperti tadi siang. Layar Laptopnya masih bersih, belum ada coretan ataupun tulisan. Lagi-lagi Astri menepuk pundak kawannnya itu seraya menunjuk peta Delhi yang ada di meja kerjanya dan memperdendangkan lagu khas dari suatu negara di Asia Selatan itu. Kali ini tindakan Astri membuat Tina tertawa dan ikut bersenandung pula.
“Tina, jangan sedih gitu dong kan ke Delhi nya untuk jenguk nenek plus tugas.”
“iya sih tri tapi aku pasti kangen deh sama kamu, dan sama negara ku yang tercinta ini,” (memeluk Astri)
“sudah-sudah kan kita bisa wabcame man, chatting, online di facebook atau balas-balasan di twitter, sekarang ini udah maju jamannya jadi ngak usah takut kangen sama aku, ya aku nyadar sih emang banyak yang ngefans gitu sama aku,”
“huhh, besok akan terpisah selama 14 hari sama Astri rasanya itu kaya terbang sampai ke langit ke tujuh terus melayang bebas ke bumi,”
“ngak usah lebay deh, udah di jemput tuh sama kakakmu, titip salam untuk kakakmu yah,”
“iya Astriku sayang, salammu akan aku sampaikan kepada kakakku,” (memeluk Astri)
Langkah kaki Tina berlari seirama dengan rintikan air hujan yang mulai membasahi kota Bogor malam ini. Dibukanya pintu mobil itu, disapanya laki-laki yang ada di dalam mobil itu tak lupa pula menyampaikan salam Astri kepada laki-laki itu namun laki-laki itu hanya diam tak memberi respon. Laki-laki itu melihat wajah adeknya yang musam, yang sedang gundah gulana hinggga mendorongnya untuk bertanya kepada adiknya ada apa gerangan sehingga wajahnya muram begitu. Setali tiga uang, Tina menjawab dengan jawaban yang sama, jawaban yang ia berikan kepada Astri. Laki-laki itu mengkerutkan dahinya dan bertanya pada hatinya, ketika pagi datang wajah adiknya begitu senang mendengar kabar akan pergi ke Delhi namun seiring tenggelammnya matahari dari pelupuk mata, kegembiraan itupun sirna juga tapi mungkin itu hanya awal, ya awal ketika akan menuju ke suatu tempat yang asing untuk kita, mungkin perasaan yang sama seperti waktu pertama kali laki-laki itu di aja ke Delhi oleh sang nenek.
Setibanya di rumah, ternyata ayah sudah sampai di rumah. Kegembiran lagi-lagi terpancar dari wajah Tina, wajar saja karena selama beberapa tahun belakangan Ayahnya tinggal di Delhi merawat neneknya dan usahanya di Delhi. Dilemparnya tas kerja miliknya ke atas sofa dan berlari menuju ayah yang sedang minum teh lalu di peluknya sang ayah. Di sudut sana , Ali hanya tersenyum melihat kegembiraan yang terpancar dari wajah sang adik. Ibu yang baru saja selesai melaksanakan sholat isya menuju ke tempat kegaduhan itu, ditepuknya bahu Ali, Ali terperanjat dari lamunannya. Ali sudah tau apa maksud ibu tadi maka dari itu, Ali pun bergegas ke kamarnya dan melaksanakan sholat isya. Di lain tempat Tina masih asyik bercengkrama dengan san ayah, Tina pun sempat bertanya apakah benar jika besok ia sekeluarga akan ke Delhi? Bagaimana kondisi Delhi?  Jauhkan perbedaan Delhi dengan Indonesia? Semua pertanyaan ditanyakan Tina namun ayah hanya menjawab agar Tina saja yang menilai. Ayah juga menyuruh Tina agar lekas sholat isya dulu lalu menyiapkan barang-barang yang akan di bawa dan beristirahat agar besok tidak kelelahan.
Fajarpun menyingsing, mentari mulai menampakan sinarnya  untuk seluruh makhluk. Kegundahan masih menyelimuti hati Tina, namun tak mungkin jika Tina tak ikut karena sang nenek amat sangat ingin bertemu dengan Tina, apalagi dia satu-satunya cucu perempuan di keluarganya. Kak Ali yang masih melihat kegundahan itu berusaha menebar senyum ikhlas kepada Tina, namun dibalas oleh Tina senyum kegundahan. Kegundahan itu masih terlihat di wajah Tina semalam perjalan bahkan ketika berada di dalam pesawat sekalipun, maka kak Ali pun bersua.
“dulu juga kakak pernah gundah kaya gitu, rasanya itu aneh, meninggalkan negara sendiri lantas mengunjungi negara lain yang kita sendiri belum tau, tapi rasa itu sirna setelah sampai Delhi, disana seru, asyik walaupun ada kesulitan bahasa tapi adapula kemiripan bahasa, udah tenang aja nanti sampai delhi kamu kakak ajak jalan-jalan, mencicipi asinan dan manisan disana, makan roti cane dan makan lainnya, dijamin dalam dua minggu berat badan akan naik hehehe...”
“ihhhh kak Ali ngeledek aja nih, kalu berat badanku naik  nanti aku ngak bisa balik ke Indonesia lagi dong?”
“loh kok gitu?”
“iya kan nanti pesawatnya kelebihan beban hehehe”
Selama dalam perjalannya tak ada yang menyenangkan, karena yang terlihat hanya awan putih, orang-orang yang sedang terlelap dalam tidurnya, pemandangan yang biasa terlihat. Tak terasa, rasa kantuk menerang Tina secara perlahan kantung matanya menutup secara otomatis, bukan hanya kantung matanya yang menutup otomatis tapi kepalanya pun bergerak otomatis, ya bergerak ke bawah ke pundah kak Ali. Kak Ali yang sedang membaca koran sedikit kaget ketika bahunya itu dijadikan sandaran tidur adiknya tapi hal itu membuat Kak Ali hanya tersenyum sambil berharapa agar adiknya tidah gundah lagi jika sudah sampai di Delhi nanti. Perjalanan ini cukup melelahkan juga, kak Ali pun tanpa sadar tertidur pula. Ketika kak Ali tertidur, Tina terbangun, wajah lesu dan malas bersarang di wajah Tina, Tina pun pergi ke toilet untuk mencuci mukanya. Sebentar lagi bandara akan mendarat di bandara di Delhi, Tina berusaha membangunkan Kak Ali, kali ini Tina amat bersemangat sekali, wajah muran durja nya tak lagi tampak, hanya kegembiraan dan keriangan yang tampak, kak Ali yang melihat hal itu tersenyum penuh kelegaan akhirnya adiknya kini sudah tak bermuran durja lagi dan mudah-mudahan Tina akan betah di Delhi.

New Delhi
Kaki anak nusantara ini kini telah berpijak di negeri hindustan, negeri yang dulu senasip dengan nusantara, negara yang pernah dijajah dan sama-sama memperoleh kemerdekaan dengan perjuangan dan pengorbanan. Kaki anak nusantara ini baru berpijak untuk pertama kalinya, wajah lesu dan kelelahan nampak sekali dari raut wajahnya, ditambah lagi mereka sampai di tanah hindustan ketika matahari telah tergelincir dan hilang dari pelupuk mata. Sebuah mobil jembutan menghampiri mereka di bandara, semua lekas naik dan menghilang dari bandara. Mobil itu melaju di tengah keheningan malam kota hindustan. Tak terasa mobil itu berhenti di suatu pekarangan rumah yang luas dan rumah yang telah dihias oleh ornamen khan negeri hindustan ini. Lelah dan kantuk menyerang Tina, ingin rasanya langsung merebahkan badan di kamar, namun langkah itu terhenti ketika ada suara yang memanggil nama Tina. Suara itu adalah suara nenek Tina, segera dipeluknya sang cucuk, dibawakannya manisan khas india yang dibuat dengan cinta oleh sang nenek. Tahu benar kondisi sang cucuk yang lelah, nenek melepaskan pelukannya dan suapannya lalu mengantar sang cucuk ke kamarnya. Kamar yang sudah disiapkan dari jauh hari, segera saja Tina langsung merebahkan badannya di kamar barunya itu. Ditempat yang berbeda ayah dan ibu melepas lelah dengan duduk di teras depan rumah, pemandangan malam yang romantis. Kak Ali sendiri bergegas ke kamarnya dan membersihkan badannya lalu benjatuhkan badannya di kasur dan terlelap.
Sang surya telah menampakan wajahnya menandakan pagi datang, Tina yang semalam tidur dengan pulas di kamar barunya bergegas turun ke meja makan. Dilangkahkan kakinya menuruni anak tangga, dengan sesekali melihat dekorasi di sekeklilingnya. Rasa takjub menghampiri hati Tina, sungguh dekorasi yang hanya Tina lihat di film-film india kini bisa Tina lihat dan rasakan secara langsung. Dimeja makan telah ada nenek, ayah, ibu, paman, kak Ali dan yang lainnya. Dimeja itu telah tersedia makanan tapi bukanlah makanan yang biasa Tina lihat dan makan tapi dimeja itu penuh dengan makanan khas india termasuk roti cane.
Hari ini kak Ali berniat mengajak Tina untuk berkeliling Delhi, yang paling utama adalah mengajak Tina ke gerbang india. Namun sebelum mangajak Tina pergi berkeliling Delhi, kak Ali bertanya tentang tugas kantornya apakah perlu dibantu atau tidak. Tina menjawab biarlah tugas itu ia rampungkan sendiri. Mobil melaju, membawa Tina dan kak Ali ke jantung ibukota negara india. Pemandangan yang cukup membuat Tina tersenyum lebar karena bisa melihat apa yang selama ini hanya bisa dilihat di film-film india saja. Disepanjang perjalanan kak Ali bercerita pengalaman pertamanya ketika pergi ke kerbang india, digerbang itu dia bertemu dengan seseorang yang sekarang menjadi sahabatnya. Walau berbeda negara tapi tak membuat persahabatan mereka berhenti begitu saja. Sesekali sahabatnya itu berkumjung ke indonesia atapun chatting, bahkan pernah juga berkiriman surat.  Sungguh kisah persahabatan yang indah. Kak Ali pun berniat memeprkenalkan Tina dengan sahabatnya itu di gerbang India.
Mobil pun telah terparkir, ana-anak nusantara ini melangkanhkan kakinya menuju gerbang yang bersejarah di india. Disana telah menunggu seorang pemuda india yang tak lain adalah sahabat kak Ali. Ketika pertemuan dua sahabat ini terjadi, Tina terdiam. Kak Ali pun memperkenalkan sahabatnya ini kepada Tina.
“saya Rakhes,” sebut pemuda itu dengan  senyum manis dari wajahnya.
“saya Tina,” jawab Tina sembari lemempar senyuman pula.
“baru pertama kali atau sudah sering ke sini?” ucap Rakhes memulai pembicaraan.
“dia baru sekali ini ke sini, awal kesini saja dia sudah gundah,” celetuk kak Ali.
“kak Ali nyamber-nyamber aja nih kaya tiang listrik,”
“tak usah galau, insya allah nanti saya yang akan memperkenalkan india kepada kamu,”
“terimakasih,”
Tiga pemuda beda negara ini pun berkeliling di gerbang india, Rakhes dan kak Ali begitu asyik mengobrol sepanjang perjalanan, hal itu membuat Tina kesal dan cemberut. Mereka begitu asyik berbagi cerita dan pengalaman sampai-sampai Tina berhenti pun, kedua sahabat ini terus berjalan yang akhirnya Tina yang mengejar kedua sahabat ini. Mereka berhenti disebuah taman, Kak Ali berpamitan untuk membeli es cream, awalnya Tina ingin ikut karena tak enak jika ditingggal dengan orang asing yang baru saja dia kenal namun kak Ali melarangnya. Dengan wajah terpaksa Tina akhirnya ditinggal berdua dengan Rakhes.
Ada hal yang menarik rupanya, ketika Tina duduk dibangku taman, Rakhes pun duduk di bangku taman itu tapi duduknya di sebrang bangku itu. Bangku taman itu mempunyai dua sisi. Jadi Tina dan Rakhes duduk berlotolak punggung. Hal itu membuat Tina kaget dan sedikit bingung, ingin rasanya tina bertanaya namun malu rasanya. Jadi mereka duduk tapi tak berhadap=hadapan ataupun samping-sampingan tapi bertolak punggung.
“maaf, jika aku duduk bertolak punggung denganmu seperti ini, aku tak biasa duduk sampingan ataupun hadap-hadapan dengan wanita, apalagi wanita itu bukan muhromku. Aku tak mau seperti itu, aku hanya ingin menjaga martabat wanita,”
“iya tak apa, aku pun tau dan akupun pasti akan merasa risih jika seseorang yang bukan muhrimku duduk berdekatan apalagi sampai bertatap-tatapan,”
“tadi kata Ali, kamu itu bekerja di salah-satu majalah di indonesia?”
“iya, memangnya kenapa?”
“tak ada apa-apa, hanya ingin memastikan hehehe...”
“kamu sendiri sekarang kuliah atau sudah bekerja?”
“kebetulan sekarang aku sudah bekerja. Apakah kamu suka anak-anak?”
“iya aku suka, mereka itu lucu, polos dan menyenangkan ketika bisa bersama dengan anak-anak,”
“kau datang dari negara yang cukup jauh, bisakah kau ceritakan negaramu kepadaku?”
“oh tentu, negara itu dulu punya julukan jambrut katulistiwa, presiden pertaman negaraku adalah Ir Soekarno, seorang anak bangsa yang tanggguh dan siapapun yang mendengar pidato-pidatonya pasti akan tergugah. Beliau juga termasuk tokoh yang aku idolakan, karena semangatnya beliau dan kerja kelasnya beliau, mungkin jika tak ada bung karno dan teman-teman seperjuangannnya mungkin saja sekarang negara belum merdeka. Ingin rasanya bisa seperti beliau. Oya lantas bagaimana dengan negaramu?”
“seperti yang dunia tau perfilman di negarku ini cukup pesat bahkan beberapa aktor dan aktris disini pun sudah ada yang berakhting untuk film-film hollywood. Melalui film-film itulah negraku mempromosikan india, tempat wisatanya, tariannnya, kain sarinya, perayaannya, makanannya dan lain halnya. Contohnya gerbang india ini, banyak film-film india yang menganbil tempat di sini seperti film fanna, mann dan banyak film-film lainnya. Apakah kau suka menonton film-film kami? Bagaiman dengan perfilman di negarmu?”
“ya lumayan sukalah untuk beberapa film yang di perankan oleh aktor kesukaannku ataupun film-film yang mengundang air mata. Perfilman di negaraku pun cukup pesat dari yang bertema tentang persahabatan, agama, percintaan dan lainnya, walau tak jarang perfilman di negaraku pun sering didominasi film horor comedi tapi kebanyakan film-film itu kurang dinati.”
“bisa beritahu aku apasaja nama film yang menjadi pembicaraan di negaramu dan tentunya laku keras?”
“tentu saja, laskar pelangi, ayat-ayat cinta, ketika cinta bertasbih, habibie & ainun, dan aku lupa lagi hehehe...”
“bisa sebutkan lagi atau tulis di secarik kertas?”
“aku tak membawa kertas.”
Obrolan mereka terhenti sejenak, seketika itu Rakhes pergi, entah kemana dan untuk apa. Suara  Rakhes tak terdengar lagi di belakang punggung Tina, ketika Tina menoleh  ternyata Rakhes tak ada . Beberasa menit kemudia Rakhes kembali, memberika secarik daun kering dan meminta Tina untuk menuliskan nama-mana film Indonesia yang tadi dia sebutkan, Tina tersenyum geli, mengapa yang dicari daun kering, mengapa bukan secarik kertas saja yang dibawa. Lagi-lagi Rakhes menbuat Tina mengkerutkan dahinya.
Kak Ali pun datang dengan membawa tiga mangkuk es cream, sempat pula kak li mengkerutkan dahinya karena posisi duduk adik dan sahabatnya yang tak lazim. Ketika ingin memberika es cream itu kepada Rakhes, kak Ali memberikan isyarat mengenai cara duduk Rakhes dan Tina, Rakhes pun menjawab inyarat itu dengan menunjuk Tina dan dirinya lalu melambaikan tangan, isyarat tidak. Ali hanya tersenyum setelah mengetahui jawaban yang diberikan Rakhes melalui isyarat itu. Mereka pun meninggalkan taman itu dan berkeliling sekitaran gerbang india.
Di perjalanan Rakhes mencoba untuk menjelaskan sejrah tentang gerbang india ini,  cukup dibuat kagum Tina oleh daya rekam  rakesh terkadap sejarah. Jawaban rakesh cukup sederhana ketika ditanya mengapa dia begitu fasih menjelaskan seluk beluk tentang gerbang india padahal dia bukanlah seorang pemandu. Munurut rakesh bukan hanya pemandu saja yang harus tau banyak tentang sejarah india namun seharusnya para pemuda bangsanya juga. Sejarah itu pasti dan kita tidak boleh melupakan sejarah.
Negara ini tidak mungkin ada tanpa sejarah, kita hanya sebagi penerus yang bertanggung jawab menjaga negara ini. Aku hanya warga negara india yang hanya mampu mengabdi untuk bangsa ini melalui sejarah. Sejarah negara kami yang kemudia kami beritahukan kepada dunia betapa heroiknya kami. Jika mengaku anak bangsa maka janganlah lupakan sejarah.
Sepenggal kalimat yang terlontar dari mulut Rakesh. Sepenggal kalimat yang membawa susana lain dalam hati Tina, terbayang oleh Tina betapa dulu dia sangat membenci pelajaran sejarah dan selalu bertanya mengapa ada sejarah? Kini pertanyaan itu terjawab, kini Tina hanya ingin menangis dan meminta maaf kepada gurunya dulu karena telah menyepelelakan pelajaran sejarah.

BERSAMBUNG.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar