Bismillahir-Rahmaanir-Rahim
... Kisah ini kutulis untuk permohonan maafku pada ibu, orang yang
telah mengandung, melahirkan, merawat, dan membesarkanku. Namun
sepanjang umurku, aku selalu melukai, membuat malu, dan menyusahkannya dengan berbagai macam ulahku.
Ibu … Masih ingatkah saat aku membuatmu menangis malu, karena tetangga
datang ke rumah marah-marah memakimu disebabkan aku mencuri mangga
tetangga? Atau engkau yang selalu kulihat mengelus dada sabarmu karena
kenakalanku pada orang-orang? Bibirmu tak pernah kering dari
nasihat-nasihat untukku. Namun aku lebih memilih nafsu sebagai temanku.
Ibu …, aku masih ingat ketika siang itu, aku membuatmu tersungkur
bersimpah darah. Karena jatuh saat mengejarku di tangga. Kandunganmu
mengalami perdarahan hebat, hingga engkau harus berbaring di Rumah
Sakit. Adik lahir premature dengan kondisi memprihatinkan. Untunglah,
Ibu dan adik akhirnya selamat dan karena itu pula engkau memberi nama
adik Dini karena lahir sebelum waktunya.
Ibu …, andai saja
engkau dan adik tidak selamat, mungkin sekarang ini aku merasakan
penyesalan yang sangat. Namu Allah sangat baik Bu, ia membiarkan memori
itu terus berputar di kepalaku hingga aku menyadari semua masa lalu itu,
mudah-mudahan belum terlambat ibu …
Ibu …, aku tak tahu
mengapa hatimu begitu luas untuk memafkanku, padahal aku tak seperti
kakak ataupun adik-adik yang lain. Mereka selalu penuh bakti dan penurut
padamu, mereka juga sukses hingga bangku kuliah dan SMU. Sementara aku
SMP saja tak lulus, aku sibuk nongkrong membuang waktu sia-sia dengan
burung dara atau mabuk dan berjudi. Belum lagi, aku hobi mencuri uang
dan perhiasan milikmu. Pernah juga aku mengambil kalung Dini saat tidur,
hingga ketika bangun ia menangis meraung-raung. Tapi aku tak perduli,
lama-lama kebiasaan itu merambat ke barang milik tetangga.
Astaghfirullah …, malu rasanya mengingat semua itu.
Pada
akhirnya aku sering berurusan dengan polisi, baik karena soal pencurian
ataupun hutang. Dinginnya hotel prodeo membuatku kian kebal dan
“pintar”, karena disana aku dapat “ilmu baru” soal kriminal. Bahkan yang
konyol, aku justru senang karena hanya makan minum dan tidur disana.
Sementara ibu yang sudah tengah baya rajin menjengukku dengan rantang
makanan dan nasihat. Aku tak berpikir kala itu ia harus merogoh kocek
tak sedikit untuk bisa menjengukku di penjara. Ah .. Ibu mengapa aku
begitu bodoh saat itu?
Setiap adzan tiba, sering kulihat kakimu
ringan melangkah ke surau kampung. Tak kau hiraukan gunjingan orang
tentangku. Engkau begitu sabar dan tak sungkan menyapa warga, meski yang
kau dapat kadang hanya tatapan remeh. Wahai ibu …, aku tak tahu
seberapa tegar hatimu dengan tatapan itu, ataukah hatimu hancur
berkeping?
Dan seperti biasa engkau setia membukakan pintu
malam itu. Padahal engkau tengah sakit parah sejak dua pekan lalu.
Terhuyung-huyung engkau kembali ke kamarmu dengan digandeng kakakku,
mereka melihat dengan pandangan marah ke arahku. Ah, bodo amat …..,
kudengar ibu menasehati kakak untuk tidak memarahiku.
“habis dia enggak tahu diri Bu, sampai kapan dia akan begitu”.
Ya, sampai kapan aku akan begini? Saat aku tengah bermain dengan
pikiranku, tiba-tiba kudengar teriakan panik kakakku dari kamar Ibu,
memanggil saudaraku yang lain. Ibu pingsan katanya, seumur-umur aku tak
pernah melihat ibu pingsan, bahkan saat ditinggalkan Bapak selamanya. Ia
terlihat kuat dan ikhlas, ibu mampu menahan tegak tubuhnya meski rasa
sedih dan kehilangan meluluhkan sendi dan tak henti air mata berlinang.
Ibu pingsan, aku mendadak merasa cemas, tiba-tiba aku merasa takut
kehilangannya. Ia satu-satunya orang yang mau menerimaku tanpa pernah
mencela, tanpa keluh dan marah, selain bapak tentunya. Meski aku selalu
melukai dan menyusahkannya, ia masih saja punya sisa ruang hati untuk
memaafkanku. Ia selalu punya sabar untuk sikap burukku. Bila ibu tak
ada, siapa lagi orang yang sudi menasihatiku? Tiba-tiba pula aku sangat
merindukannya.
Tak dapat kutahan diri, saat kulihat ibu
digotong saudara-saudaraku, aku menangis meraung-raung memanggilnya. Aku
begitu takut tak melihatnya lagi, aku menangis diiringi pandangan heran
seisi rumah …
Selang oksigen itu masih membantunya bernafas,
saat aku berjanji berhenti dari semua perbuatan burukku. Entah Ibu
mendengar atau tidak, yang kutahu tangan ibu tiba-tiba diatas kepalaku.
“Ibu tahu le … (panggilan untuk anak laki-laki dalam bahasa jawa)….,
anak ibu pasti pulang mengisi hati ibu lagi”. Sejak itu aku berubah
meski tak mudah, Alhamdulillah aku dipertemukan Allah dengan manhaj
mulia ini di tengah taubatku. Kini, hanya satu keinginanku, menjaga hati
ibu dengan bahagia di tengah usia senjanya. Cukup sudah aku membuatnya
terluka, ya Allah semoga engkau menerima taubatku dan jagalah selalu ibu
dan saudara-saudaraku dalam kasih sayangMu
(dari majalah nikah sakinah volume 9 tahun 6)
~ o ~
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ....
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE, dan Silahkan juga untuk men-TaG
Sendiri'' atau Saling Bantu membantu NgEtaG .. jika menurut sahabat note
ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa atuubu Ilaik ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar