Cinta itu indah, cinta
itu tidak terlepas dari perasaan, rasa sayang, dan cinta itu sendiri. Begitu
banyak cinta yang ada disekeliling kita tapi cinta yang abadi adalah cinta
karena Allah. Cinta yang dipertemukan karenanya, cinta yang terjalin karena Allah
bukan karena hawa nafsu. Jika memang cinta bukanlah coklat ataupun ucapan
romatis tapi ijab kabul yang disaksikan oleh orang tua kita.
Di halte bus, Fitri tampak sibuk dengan tasnya. Dia
sedang mencari tasbih yang diberikan Lina tadi siang. Ketika sudah dapat tasbih
itu, tiba-tiba bus yang ditunggu datang, orang-orang saling dorong untuk
menaiki bus itu. Fitri yang posisi berdirinya persis berada di dekat pintu
depan, terdorong hingga jatuh dan tasbih yang digenggamnya lepas dari tanganya.
Fitri sudah tidak memeprdulikan lagi bus yang tadi, dia berusaha berdiri dan
mencari tasbihnya. Tiba-tiba saja ada seseorang yang memberikan tasbih itu.
“Ini tasbihnya,”
suara orang itu menghentikan pencarian Fitri.
“Iya, terimakasih,” ucap fitri, tapi fitri tidak begitu
jelas melihat wajah orang yang memebrikan tasbih itu. Yang fitri lihat hanyalah
dia berlalu dan menghilang begitu saja mengikuti hilangnya asap knalpot bus
tadi.
Telepon genggam fitri bunyi, ternyata itu dari Airin,
sahabatnya. Rupanay airin menenyakan fitri sedang dimana karena airin ingin
main kerumah fitri.
“fitri masih di halte nih Rin,”
“yaudah, airin jemput aja yah, kan airin ke rumah fitri
lewat halte itu,” ajakan Airin
mengakhiri pembicaraan mereka di telepon.
Ketika sampai di rumah Fitri, Airin langsung membuka
laptopnya. Fitri bergegas kedalam untuk ganti dan sholat Ashar. Selepas sholat
ashar, Fitri mengampiri airin yang membuka buku tebal yang ada di samping
airin.
“tebel banget bukunya? Emang dapet tugas apa?”
“berhubung aku berkecimpungnya di dunia sosiologi, jadi
enaknya ya neliti perkembangan mental gitu, tapi amsih bingung spesifikasinya
harus kaya gimana, makanya aku dateng kesini supaya bisa minta bantuan dari
kamu.”
“oh penelitian toh?”
“iya, menurut kamu gimana?”
“bagus kok, hmmm objeknya anak-anak yang punya semangat
tinggi walaupun mereka sedang sakit parah aja, kalau mau besok aku anterin ke
pantinya.”
“besok? Kerangkanya aja aku belum buat,”
“haduhhh, ini tugas buat kapan? Minggu depan kan?”
“iyah, tapi kamu bantuin yah?”
“iya, sini aku buat kerangkanya yang buat angket dan
Airin buat laporannya,”
“sip, tapi ummi kamu mana? Kok dari tadi ngak keliatan?”
“kenapa laper yah?”
“iya, biasanya kan kalau Airin dateng, di meja udah penuh
sama makanan, hehehe...”
“ummi lagi nengokon bibi yang lagi sakit di Depok, paling
besok baru pulang,”
“yahhh airin kelaperan dong?”
“ikh... airin mau makan apa? Buat martabak mie aja yah?”
“apa aja, terserah pemilik rumah, yang penting
ngeyangin.”
****
Macet
selalu menjadi kawan Fitri beberapa bulan ini, setiap pulang kuliah, bus yang
ditumpangi Fitri selalu penuh sesak ditambah lagi sebagian orang yang cuek
dengan sekitarnya. Mereka asyik saja menghisap rokok, menambah polusi disekitar
Fitri dan penumpang lainnya. Sayangnya masker yang biasa menemani Fitri, tadi
pagi tertinggal. Untungnya Fitri mendapatkan tempat duduk di samping kaca jadi
wajahnya dihadapkan keluar kaca. Tapi, ada hal lain yang membuat Fitri tidak
nyaman, dikursi depan ada seorang pemuda yang dari tadi memandang ke Fitri.
Bus itu berhenti didepan halte, Fitri turun dan berjalan
menginggalkan bis dan asapnya. Ketika sedang membeli minuman, pundak Fitri
seperti ada yang menepuk dan orang yang menepuk itu memanggil nama Fitri. Suara
itu, suara seorang laki-laki, benar saja, ketika membalikan badan seorang
pemuda yang di bis tadi. Pemuda yang memandang ke arah Fitri.
“ini Fitri kan? Fitriatus syifa?”
“iya, maaf anda siapa?”
“ini Ganjar, Fit. Kakak kelas kamu dulu. Yang dulu ikut
kamu lari duapuluh kali muterin lapangan waktu kamu telat dateng dulu, inget
kan?”
“iya aku inget, maaf kak ngak ngenalin abisnya penampilan
kakak beda.”
“kamu juga beda, udah nutup dan rapih lagi. Oya sekarang
mau kemana?”
“mau pulang kak,”
“oh.. biar kakak anterin aja,”
“ngak usah kak, ini juga udah lagi nunggu jemputan.”
Beberapa menit kemudian, jemputan Fitri datang. Fitri pun
berpamitan kepada kak Ganjar. Motor jemputan Fitri melaju membawa Fitri dan
menghilangkan wajah Fitri dari wajah kak Ganjar dan masih terlihat hanya
lambaian kerudung Fitri yang tertiup oleh angin-angin aspal jalanan.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar