Minggu, 18 Mei 2014

GARA-GARA ROHIS #1

DILEMA KEPEMIMPINAN



Irama kelakson beriringan seiring dengan kemacepat dan kepenatan ibukota. Pemandangan yang kacau untuk dilihat. Suatu dilema yang harus dibenahi. Kebisingan dan ke semrawudan kota mungkin bisa menggambarkan ekspresi wajah Dina yang dari tadi tak tersenyum bahkan mentari pagi yang datang dengan hangatnya tak disapanya dengan senyuman. Dari mentari nemanpakan wajahnya hingga berada pas di atas kepala, wajah Dina masih saja muram.
Dilemparkannya tas yang menenpel di pundaknya di ats kasur, ditariknya bangku  dan diambilnya album foto. Album foto yang penuh kenangan indah bersama sahabat-sahabatnya. Dina sedikit menggela nafas ketika satu per satu lembaran album itu dibuka, air mulai memenuhi kelopak matanya, air itu akan tumpah. Ditutupnya album itu dan dilemparkan tubuhnya di tempat tidurnya. Dipejamkan matanya dan diingatnya semua hal yang dahulu pernah terlewatkan.
Mengapa semua begini? Dimana kawan-kawanku yang dulu? Dimana mereka? Mengapa mereka selalu menyalahi aku? Jika begini akhirnya, mungkin dulu aku mengundurkan diri saja menjadi ketua Rohis dan enggan untuk menerima amanah ini. Untuk apa aku menjadi ketua tapi ucapanku selalu dibantah, persahabatanku renggang, selalu disalahi, ketika aku tak bisa hadir maka aku dicemooh, di cap ketua yang tak bertanggung jawab, tak punya rasa peka terhadap Rohis. Aku lelah ya Allah jika saban hari selalu itu yang aku terima. Aku lelah ya Allah. Aku tak kuat mengemban amnah ini, sungguh aku tak sanggup. Lagi-lagi aku bertengkar dengan sahabatku karena aku yang tak bisa hadir ketika kegiatan rohis.
Tak terasa  air mata telah membanjiri wajah Dina. Lamunannya buyar ketika ada suara yang memanggilnya. Suara kak Ana, terdengar dari balik pintu kamar Dina. Kak Ana mengeuk pintu kamar Dina, dibukanya pintu itu dan langsung dipeluk sang kakak. Spontan saja kak ana kaget, ditambah lagi ketika melihat wajah Dina yang sudah dibanjiri air mata. Diajak nya Dina duduk dan menyusap air mata sang adik. Kak Ana pun berusaha untuk menanyakan mengapa Dina berlinangan air mata dan pulang cepat, padahal biasanya hari itu Dina liko dahulu. Dengan  nada terisak, dina menceritakan kejadian tadi ketika sedang Liko, ternyata tadi ada sedikit adu mulut antara Dina dan teman-teman Liko nya. Ketika akan Liko, seorang teman menanyakan keseriusan dan kebecukan Dina dalam menjadi ketua, itulah awal mula adu argumen itu terjadi. Ketika adu argumen itu, tak ada yang membela Dina, semuanya memojokan Dina. Lagi lagi airmata dina berlinang.
“kenapa merka ngak ngebela Dina kak? Kenapa semuanya mojokin Dina?” tanya dinya denga linangan air mata.
“semua itu mungkin ada sebabnya, mungkin saja Dina kurang perhatian sama amanah yang Dina emban sekarang?” 
“dima amanah ko? dan Dina juga...”
“juga apa?”
“iya sih kak, Dina rasa juga akhir-akhir ini setelah mengemban amah ini, dina jadi kurang perhatian gitu, jarang dateng juga tapikan itu karena ada kerja kelompok kak? Kalau Dina ngak kerja kelompok, nilai Dina gimana?”
“aduhhh Dina, memangnya kerja kelompok  itu jatuh temponya ketika jadwal rohis terus? Kan ngak setiap jadwal rohis juga kan?”
“iya sih ka, tapikan Dina capek kalau abis pulang sekolah langsung rohis,”
“dari tadi tapi tapian mulu nih. Di dunia ini ngak ada pekerjaan yang ngak capek, jangan bilang tidur yang ngak capek! Coba deh pake keikhlasan kamu, pasti ngak capek.”
“udah kak, tapi tetep capek, pegel dan kalau udah nyampe rumah ngak ada yang mijitin hehehe...”
“itu namanya belum ikhlas ade! Kakak mau tanya sama kamu,”
“tanya apa kak, adikmu yang baik hati dan tidak sombong ini akan menjawabnya, insyaallah kalau bisa ye.”
“ketika kamu punya suatu tujuan anggaplah cita-cita, apa yang bakal kamu lakuin?”
“ya berusaha mengejarnya lah, berusaha fokus pada satu hal itu.”
“nah, sama hal nya dengan amanah yang sedang kamu emban sekarang ini.”
“maksudnya? Aku ngak negrti,”
“tadi kamu bilang kalu akan berfokus pada apa yang kamu mau, nah coba kamu fokusin kalau kamu mau nunjukin kalau kamu masih respec sama rohis. Gini loh adikku sayang, selama ini kamu kurang berfokus sama rohis, ada aja hal-hal yang kamu lakuin yang akhirnya mengabaikan rohis itu sendiri. Rohis itu umpama cita-cita yang harus kamu capai dengan berfokus pada rohis,”
“kan kakak tau kalu aku kurang fokus,”
“itu bukan alasan, jangan karena tidak bisa fokus pada satu bidang terus kamu mengeluh, itu bukan anak Rohis namaya.  Kakak yakin ko, adik kakak yang baik hati dan tidak sombong ini bisa fokus pada rohis, jangan kecewakan teman-teman kamu yang sudah memberi amanah ini sama kamu, susah loh dapat kepercayaan dari orang maka dari itu jangan disia-siakan apalagi dikecewakan.”
“iya ka, tapi apa temen-temen mau memulai dari awal lagi?”
“jangan pesimis gitu dong, anak rohis ngak boleh pesimis. Senyum ikhlasnya mana?”
“caranya gimana kak?”
“coba kamu bicarakan satu persatu atau coba kamu sms in dan tanyakan hal yang mereka tidak suka dari kamu tapi kamunya jangan marah.”
“isnyaallah aku coba kak, makasih ya kakak. Kalau ada masalah lagi aku pasti bakal cari kakak, hehehe...”
“loh..kok.. hehehe...”
Satu kegundahan hati sudah terobati, saat itu juga Dina menyirim pesan singkat kepada teman-temannya mengenai hal yang tak disukai teman-temannya dalam diri Dina. Jika dipatok sama rata maka hasilnya  mereka tidak suka dengan sikap acuh tak acuh Dina, terutama jika ada agenda rohis yang mana dina tak hadir. Dina pun mengajak teman-temannya untuk berdiskusi dirumahnya hari sabtu depan sehabis mentoring. Hal itu sangat diperlukan terlebih ketika kepercayaan terhadap pemimpin itu rendah.
Kecerian tampak dari wajah dina, kabut hitam yang menyelimuti wajahnya kini berganti pelangi. Pelangi indah yang biasa datang ketika awan telah berhenti menangis.
Pagi ini pelangi itu masih ada di raut wajah Dina, di mantapkan kakinya menuju sekolah, ditebarnya senyum keikhlasan. Disapanya teman teman-teman dikelasnya. Hari yang ceria disambut dengan jiwa yang ceria pula. Tak terasa bel pulang sekolah berbunyi, dengan semangat empat lima, dimantapkan langkah kakinya menuju masjid sekolah, hitung-hitung menunggu azan dzuhur dan kembali mengikuti kegiatan rohis.
Selepas sholat dzukur Dina menunggu di pojok masjid, maklum walau sholat berjamaah telah usai tapi masih ada yang sholat. Bel masuk kelas siang telah berdering, anak-anak rohis pagi berkumpul di teras depan, berbincang-bincang ataupun mencoba menambah hafalan. Dina bergegas keluar masjid dan menyapa mereka  tak lupa Dina pun mengajak mereka untuk segera masuk. Kaget bukan kepalang, ketika melihat Dina masih berada di masjid karena akhir-akhir ini setelah sholat dzukur, kalau tidak langsung pulang ya kerja kelompok. Dina yang melihat ekspresi wajah teman-temannya yang tak biasa itu langsung menenbar senyum.  Awalnya memang ada yang bersinis kata namun sinis kata itu berubah menjadi ucapan syukur.
Di dalam masjid, mereka membentuk lingkaran, tenang aja masih ada penyekat antara laki-laki dan perempuannya kok. Dzul yang telah kembali dari ruang guru, wajahnya kurang menyenangkan. Dina bertanya mengenai ekspresi Dzul itu dan ternyata ekspresi itu gambaran kekekcawaan dzul karena sang murabbi tidak ada di tempat, beliau sedang penataran.
“yaudah kalau murabbi berhalangan hadir, kita jangan bubar, terus lanjut.”  Ucap Dina
“bener tuh, kan ini peluang untuk kita berbagi cerita ataupun kritikan.” Respon Ilmi dengan penuh antusias.
“yasudah, kalau begitu Dina saja yang buka dan mulai diskusinya, kan Dina punya wewenang penuh disini,” saran Dzul
“tapi aku ngak bisa, aku ngak biasa,” jawab Dina dengan pesimis.
“ayo kak, kakak pasti bisa, jangan pesimis gitu dong, anak rohis anti pesimis,” celetuk Gita
Dengan menggela nafas, Dina membeuka agenda Rohis pekan ini, sungguh tak disangka, antusias para anggota rohis terhadap rohis sungguh luar biasa. Banyak sekali saran-saran membangun yang mereka kemukakan untuk kemajuan rohis, tak luput juga keinginan mereka agar kedepannnya, ketua rohis bisa menjadi garda terdepan, perisai terdepan untuk rohis. Diskusi itu sungguh seru, sulit untuk diungkapkan tapi sungguh indah untuk dirasakan. Hari ini Dina benar-benar menyadari bahwa akhir-akhir ini Dina bertindak salah. Salah meninggalkan suatu keluarga yang bernama Rohis, keluarga yang bisa menjadi perisai untuknya, keluarga yang memperkuat harapannya, keluarga yang penuh kecerian, dan keluarga yang syarat akan makna.
 #GARA GARA ROHIS Dina belajar untuk menjadi pemimpin yang baik, #GARA GARA ROHIS dina memiliki keluarga kedua, #GARA GARA ROHIS dina belajar bahwa ketika amanah itu kita pegang maka tak segampang membalikan kedua tangan untuk melaksanakan amanah itu, amat sangat diperlukan kekompakan, kerja sama, saling membatu, saling menasehati, dan saling mengasihi. Jadilah seorang pemimpin yang memimpin bukan dengan kekuasaan tapi dengan akhlak yang mulia.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar